JIKA mencermati layanan satuan pendidikan formal tingkat pendidikan dasar dan menengah saat ini, negara kita hanya mengenal satuan pendidikan formal: jenis pendidikan umum dan jenis pendidikan umum berciri khas Islam.
Satuan pendidikan formal jenis pendidikan umum diwujudkan dalam bentuk SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SMA/SMK (Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan). Layanan pendidikan berjenis pendidikan umum ini menjadi otoritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jika melihat beban belajarkurikulernya, mata pelajaran agama (Islam) diajarkan kepada para siswanya hanya 2 hingga 3 jam pelajaran untuk setiap minggunya.
Melihat kondisi ini, Kementerian Agama memberikan penguatan kepada para siswa sekolah mulai jenjang SD, SMP hingga jenjang SMA/SMK ini untuk mengikuti layanan pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) jenjang Ula, Wustha, dan Ulya yang masing-masing diselesaikan selama 4 (empat), 2 (dua), dan 2 (dua) tahun.
MDT ini merupakan layanan pendidikan diniyah nonformal sebagai pelengkap (suplemen) atas mata pelajaran agama yang biasanya diselengarakan oleh masyarakat pada sore hari.
Adapun satuan pendidikan formal jenis pendidikan umum berciri khas Islam ini diwujudkan dalam bentuk MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah).
Layanan pendidikan jenis pendidikan umum berciri khas Islam ini menjadi otoritas Kementerian Agama, Cq. Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Jika melihat beban belajar kurikulernya, mata pelajaran agama Islam yang diajarkan kepada para siswanya diwujudkan dalam mata-mata pelajaran: Al-Quran-Hadits, Fiqh, Aqidah-Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab yang diajarkan dalam beberapa jam pelajaran yang jauh lebih sedikit dibanding dengan mata-mata pelajaran umum.
Lulusan pendidikan murni (pure)baik dari sekolah (pendidikan formal jenis pendidikan umum) maupun dari madrasah (pendidikan formal jenis pendidikan umum berciri khas Islam) dengan tanpa ada ‘sentuhan’ pendidikan pesantren, dalam banyak hal oleh sebagian besar masyarakat dinilai belum cukup mampu untuk melahirkan ahli di bidang ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin).
Materi agama (Islam) yang diajarkan selama 2 hingga 3 jam pelajaran di sekolah dan materi agama Islam yang diwujudkan dalam 5 (lima) mata pelajaran Al-Quran-Hadits, Fiqh, Aqidah-Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab yang diajarkan dalam beberapa jam pelajaran yang jauh lebih sedikit dibanding dengan mata-mata pelajaran umum di madrasah, dengan tanpa mendapatkan layanan pendidikan pesantren, itu dinilai belum mampu melahirkan lulusan yang memiliki kapabilitas atau kompetensi ulama, mutafaqqih fiddin, ahli di bidang ilmu agama Islam. Tegasnya, lulusan sekolah dan lulusan madrasah secara murni tidak mampu menghasilkan kader ulama.
Pendidikan Diniyah Formal dan Kaderisasi Ulama
Kementerian Agama RI membuka ruang baru dan memberikan pilihan kepada masyarakat untuk mendidik putera puterinya menjadi kader ulama melalui layanan Pendidikan Diniyah Formal (PDF).
Layanan PDF ini tunduk atas Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, yang merupakan turunan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, yang merupakan implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
PDF merupakan salah satu dari entitas kelembagaan pendidikan keagamaan Islam yang bersifatformal untukmenghasilkan lulusan mutafaqqih fiddin (ahli ilmu agama Islam) guna menjawab atas langkanya kader mutafaqqih fiddin. PDF diselenggarakan oleh dan berada di pesantren yang dilakukan secara terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal.Sebagaisatuan pendidikan yang bersifatformaldan memiliki civil effect yang sama, sepertihalnya sekolah dan madrasah, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunjangan sertiikasi guru, akreditasi, dan lain-lain. Di samping itu, PDF juga merupakan bagian dari upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dunia pesantren,di samping sebagai ikhtiar konservasi tradisi akademik tafaqquh fiddin dan pengembangan disiplin ilmu-ilmu keagamaan Islam.
Jenjang PDF dimulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi.Jenjang pendidikan dasar ditempuh pada PDF Ula selama 6 (enam) tahun, dan PDF Wustha selama 3 (tiga) tahun. Jenjang pendidikan menengah ditempuh pada PDF Ulya selama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jenjang pendidikan tinggiditempuh pada Ma’had Aly untuk program sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3).
Kurikulum yang akan dikembangkan oleh PDF terdiri atas pendidikan umum dan pendidikan keagamaan Islam berbasis kitab kuning (kutub al-turats).
Mata-mata pelajaran pendidikan umum hanya terdiri atas Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta untuk tingkat ulya ditambah dengan Seni dan Budaya, yang semua mata pelajaran umum itu disusun sesuai dengan tradisi dan kultur pesantren dengan basis kitab.
Sementara mata pelajaran keagamaan Islam hingga di tingga ulya meliputi: Al-Qur’an, Tauhid, Tarikh, Hadist-Ilmu Hadits, Fiqh-Ushul Fiqh, Akhlaq-Tasawuf, Tafsir-Ilmu Tafsir, Bahasa Arab, Nahwu-Sharf, Balaghah, Ilmu Kalam, Ilmu Arudh, Ilmu Mantiq, dan Ilmu Falak yang semuanya berbasis kitab dan berbahasa Arab.
Jika diakumulasi beban mata-mata pelajaran pendidikan keagamaan Islam setidaknya 75% dari seluruh beban pelajaran, sementara beban mata-mata pelajaran pendidikan umum sekitar 25% dari seluruh beban pelajaran.
Sebagaimana diatur dalam PMA nomor 13 Tahun 2014, peserta didik yang dinyatakan lulus pada satuan PDF berhak melanjutkan ke jenjang dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi baik yang sejenis maupun tidak sejenis.
Artinya, lulusan PDF dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada jenis pendidikan yang sama pada layanan pendidikan keagamaan Islam (PDF Ula/PDF Wustha/PDF Ulya/Ma’had Aly) , maupun pada jenis pendidikan umum (SD/SMP/SMA/SMK/PTU) atau jenis pendidikan umum berciri khas Islam (MI/MTs/MA/PTKI).
Rintisan Pendidikan Diniyah Formal
Untuk tahap awal, di tahun 2015 ini, H. Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama RI telah melaunching penyelenggaraan Pendidikan Diniyah Formal pada 14 (empat belas) Pondok Pesantren yang tersebar pada 6 (enam) propinsi, yaitu:
1. PDF Pondok Pesantren Nurul Qodim Probolinggo,Jawa Timur
2. PDF Pondok Pesantren al-Mahrusiyah Lirboyo Kediri, Jawa Timur
3. PDF Pondok Pesantren Cokrokertopati Takeran Magetan,Jawa Timur
4. PDF Pondok Pesantren as-salafi al-Fithrah Surabaya,Jawa Timur
5. PDF Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo, Jawa Timur
6. PDF Nurul Kholil Bangkalan, Jawa Timur
7. PDF Pondok Pesantren APIK Kaliwungu Kendal,Jawa Tengah
8. PDF Pondok Pesantren al-Mubarok Manggisan Wonosobo, Jawa Tengah
9. PDF Pondok Pesantren al-Masturiyah Sukabumi,Jawa Barat
10.PDF Pondok Pesantren Darussalam Ciamis, Jawa Barat
11.PDF Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Maros, Sulawesi Selatan
12.PDF Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang Wajo,Sulawesi Selatan
13.PDF Pondok Pesantren al-Khairaat Tanjung Selor,Kalimantan
14.PDF Dayah Babussalam Aceh Utara,Aceh
Pendirian PDF ini, sebagaimana diatur dalam PMA Nomor 13 Tahun 2014, hanya bisa didirikan oleh pondok pesantren. Oleh karenanya, hanya pondok pesantren yang memenuhi kriteria saja yang dapat menyelenggarakan PDF ini.
Di antara persyaratan itu adalah memenuhi 5 unsur pesantren yakni adanya kyai, santri mukim, asrama/pondok, masjid/mushalla, dan pengajian kitab, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan NKRI, yang dapat dibuktikan dengan izin operasional pesantren.
Di samping itu, pesantren tersebut memiliki santri yang mukim dan belajar pada pesantren yang bersangkutan paling sedikit 300 (tiga ratus) orang pada setiap tahun selama 10 (sepuluh) tahun pelajaran terakhir
Disadari benar bahwa kehadiran PDF ini merupakan bagian implementasi dari skenario besar untuk menjadikan pendidikan di Indonesia, khususnya pesantren, sebagai destinasi pendidikan. Sebab, dalam konteks pendidikan Islam secara global, harapan masyarakat dunia terhadap pendidikan Islam masa kini dan masa depan itu berada di pundak Indonesia.
Pasalnya, seperti kita saksikan dalam gejolak sosial-politik dan perkembangan keislaman di sejumlah negara muslim belakangan ini, terlebih di kawasan Timur Tengah, kita patut menyayangkan terhadap gejolak tersebut yang mengakibatkan pusat-pusat keislaman pun menjadi redup. Mesir, Libya, Suriah, dan Yaman kini ditimpa musibah konflik yang hingga kini belum usai.
Dalam konteks di atas, terdapat sejumlah alasan mengapa Indonesia menjadi pusat harapan pendidikan Islam dunia. Pertama, pemahaman Islam yang berkembang di Indonesia adalah pemahaman Islam yang rahmatan lil’alamin.
Islam yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menghargai hak-hak asasi manusia, menghormati ragam budaya dan kultur masyarakat, mengidamkan kedamaian, keadilan, toleransi, dan sikap yang keseimbangan (tawazun).
Di tengah pelbagai perbedaan dan keragaman sosio-kultural, agama, adat dan budaya, bahasa, dan lokalitas dalam ribuan pulau serta lainnya, namun Indonesia tetap kekar dalam bingkai persatuan dan kesatuan keindonesiaan. Ini menunjukkan pemahaman keagamaan Islam yang berkembang adalah Islam yang damai, toleran, dan menghargai segala bentuk perbedaan.
Kedua, Indonesia bisa menjadi harapan pusat pendidikan Islam dunia oleh karena kita memiliki pondok pesantren. Pondok pesantren inimemiliki konvidensi dan kekuatan yang luar biasa untuk menjadi corong kepada masyarakat dunia. Tentu saja, nomenkaltur kelembagaan pendidikan Islam lainnya bukan berarti tidak memiliki peran dan arti sama sekali, tetapi dalam konteks ini cukup beralasan karena pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang khas (genuin) Indonesiayang mampu menghasilkan intelektual muslim yang berkarakter rahmatan lil’alamin. Semoga.
Ditulis Kasubdit Pendidikan Diniyah Kementerian Agama RI, Dr Zayadi