Ditulis oleh : Khoirun Ni’am
TRIBUNNERS - Mbah Google. Ya, itulah sebutan khas yang sering dilontarkan untuk menyebut “cendekiawan” modern yang satu ini.
Sebuah browser internet yang mampu menjadi ”konsultan” dan ladang penghasil solusi segala problematika manusia.
Pertanyaan dan permasalahan apapun, mampu dijawab dan diselesaikannya dalam waktu yang sangat singkat.
Dari problem pribadi hingga problematika negeri, semua konsep solusi telah dikuasainya secara terperinci.
Namun, dibalik keampuhan mesin pencari Google, ternyata memicu keresahan dan kehawatiran akan masa depan penerus bangsa ini.
Bagaimana tidak, meskipun sebenarnya tujuan awal adanya Google adalah untuk memudahkan akses informasi dan mencerdaskan intelektualitas bangsa, namun kenyataan yang bangsa Indonesia rasakan saat ini malah berbeda.
Inferiorisme intelektual, justru terjadi hampir tersebar diseluruh instansi pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan data yang telah dilaporkan UNESCO, tingkat pendidikan dan intelektualitas negara Indonesia, ternyata lebih banyak mengalami kemunduran jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Pada tahun 2012, UNESCO melaporkan bahwa Indonesia mengalami penurunan peringkat dari posisi 108 menjadi peringkat 124 dari 180 negara.
Kemudian pada tahun 2014, tingkat kemunduran justru semakin tinggi.
Dari posisi 124 menjadi peringkat 143 dari 185 negara. Sungguh memprihatinkan.
Melihat data di atas, permasalahan tersebut muncul tidak lain karena mudahnya akses informasi dan browser yang kian mudah untuk dimiliki.
Yang perlu digaris bawahi disini adalah kemudahan yang kemudian disalah gunakan.
Dari kasus tersebut, realita menyodorkan bahwa penyalah gunaan Google, mayoritas justru dilakukan oleh kaum pelajar dan mahasiswa. Mereka memanfaatkan google bukan sebagai fasilitas untuk mengembangkan intelektualitas maupun sarana meraih kemajuan. Melainkan sebagai solusi kemalasan dan kepraktisan.
Contoh didunia pendidikan. Ketika ulangan semester dilaksanakan secara tertulis, banyak pelajar yang mendadak memiliki kemampuan berkualitas sehingga mampu berargumen secara cerdas.
Contoh lain, ketika mahasiswa mendapat tugas membuat makalah, dengan mudahnya tugas tersebut diselesaikan dalam waktu yang sangat cepat dengan subtansi makalah yang cukup hebat.
Namun, ketika dihadapkan dengan pertanyaan lisan dan realita persoalan, banyak dari mereka yang hanya ngowah-ngowoh, tidak mengetahui apa-apa.
Hal itu disebabkan karena mereka hanya berorientasi pada nilai. Sehingga penghalalan segala cara dicoba dan dilakukannya.
Salah satunya yaitu dengan menyalah gunakan fungsi Google.
Meskipun tidak semua pelajar dan maha siswa berkelakuan seperti di atas, namun sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa itulah penyakit yang diderita oleh calon penerus bangsa saat ini.
Nah, me-Googlekan otak para pemudalah yang saat ini perlu dilakukan. Yaitu dengan memisahkan kemampuan asli atau dasar kemudian mengembangkannya.
Dengan Google inilah instrumen solusi dan pengembangan intelektual bisa ditransfer kedalam otak manusia.
Bukan sekedar untuk solusi kemalasan, namun juga solusi untuk melahirkan peradaban intelektual.
Google memang perlu dan sangat dibutuhkan, namun perlu disadari bahwa google ada bukan untuk solusi kebodohan seketika.
Google tersruktur sebagai sarana untuk mengembangkan dan memajukan intelektual manusia.
Meskipun pengeksploitasian informasi dan sumber dari google kerap dan rutin dilakukan, selama manusia dalam jalur penggunaan yang benar, justru itulah yang sebenarnya akan menjadikan manusia akan lebih berkembang dan maju. Karena semua data dan informasi masa lalu telah ada dan lengkap dikuasai Google.
Google adalah hasil karya dan kreatifitas manusia
Mulai tukang sunat hingga kaum pejabat, tentu sudah akrab dan tak asing lagi dengan yang namanya Google.
Google adalah sebuah sistem internet atau browser (mesin pencari), yang diakui memilki fasilitas terbesar dan terbaik dimasa ini. Segala informasi mampu dihadirkan dan disajikannya secara praktis. Sehingga tradisi observasi dan menghafal tak lagi dianggap penting. Karena cukup dengan menggerakkan jari-jari tangan ke kanan dan ke kiri saja sudah bisa mengetahui fenomena dan problematika yang sedang terjadi.
Melihat google yang kehebatannya sudah melampaui batas, tentu akan timbul banyak pertanyaan tentang asal muasal dan bagaimana Google itu.
Berbicara tentang itu semua, tentu ada beberapa sebab yang tak bisa lepas dari kreatifitas manusia sehingga mampu menghasilkan sebuah karya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya manusialah yang lebih cerdas sehingga mampu menyusun dan melahirkan Google.
Namun kenapa kini manusia justru tergantung pada Google? Apakah peran otak manusia sudah digantikan oleh Google?
Aktifitas menghafal yang sebelumnya dianggap sebagai modal dan senjata para ilmuan, hari ini tinggal kenangan yang hanya bisa diceritakan.
Pasalnya, banyak orang yang mengaku ilmuan, namun ketika menghadapi seporsi permasalahan, justru mereka lari dan minta bantuan kepada Google.
Memang bukanlah perkara yang salah. Namun, bila dibiarkan demikian bagaimana otak manusia bisa berlatih jika yang dikerjakan cuma bertaqlid pada Google?
Kontemplasi akan hakikat fungsi serta peran otak manusia sangat perlu dilakukan. Karena dengan ide dari otak manusialah kreatifutas bisa terbentuk.
Oleh karena itu, pentransferan muatan ilmu dari Google perlu dilakukan dengan menelisik sumber-sumber yang shahih, dengan memahami dan menghafalkan apa yang telah kita eksploitasi dan teliti dari Google.
Sehingga fungsi Google benar-benar bisa dimanfaatkan untuk mempertajam intelektualitas manusia sebagai sarana mengharap Ridha Tuhan.