Ahok berdalih bahwa ijin itu dikeluarkan gubernur sebelumnya Foke. Namun jelas pula di bulan desember 2014, Ahok sendiri selaku gubernur yang memperpanjang ijin itu.
4) Berita gubernur Ahok digugat Walhi dan kesatuan nelayan tradisional karena dianggap melanggar aturan dan menjalankan kebijakan publik yang merusak lingkungan hidup.
Walhi representasi suara kepentingan publik untuk lingkungan hidup yang dihormati. Track recordnya sudah jauh.
Kesatuan nelayan yang merasa terancam nafkahnya merupakan representasi rakyat kecil yang cepat menarik simpati publik.
Gabungan dua kekuatan ini yg melawan gubernur Ahok, apalagi ternyata pengusaha Taipan reklamasi pantai itu kini tersangka KPK, akan menjadi babak baru.
5) Berita bahkan menteri Susi menyatakan ijin Ahok untuk reklamasi pantai itu menyalahi aturan.
Menteri Susi juga tokoh yang diyakini publik kredibilitasnya. Jika ia melawan Ahok untuk isu reklamasi pantai, instink publik akan berdenting; Aha! Apakah ada "udang di balik bakwan" dari semua ijin perpanjangan ini?
6) Berita Ahok ikut menyebut dirinya gubernur Podomoro karena begitu sering ia meminta bantuan Podomoro untuk CSR (Corporate Social Responsibility).
Kedekatan Ahok dengan Podomoro akan segera terkena apa yang disebut "guilty by association." Seandainya Ahok tak bersalah, tapi ia oleh opini publik tetap "disalahkan" karena diasosiasikan dengan si tersangka KPK: Podomoro yg mendapatkan perpanjangan ijin darinya.
Kita menunggu apa yang akan dilakukan Ahok dan teamnya atas kasus reklamasi pantai dan Podomoro.
Jelas Ahok bukan pemain sore. Begitu pula teamnya. Apakah Ahok mampu seperti kesebelasan terkenal Italia di bawah pemain legendaris Paolo Rossi? Di tahun 1982, Rossi sangat telaten menghadapi gempuran lawan, dan mengolahnya menjadi serangan balik mematikan.
Ahok harus meyakinkan publik bahwa ia tak hanya tegas pada rakyat kecil. Tapi ia juga tegas dengan para Taipan yang melanggar aturan. Jika tidak ahok akan menjadi politisi biasa yg melakukan "the politics as usual."
***
LIHAT JUGA