Oleh: KH Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat
Di puncak bukit menghadap Pegunungan Sierra Nevada dan Istana Alhambra, Mezquita Mayor de Granada atau Masjid Jami Granada berdiri kokoh. Bekas keagungan masa keemasan Islam masih mengkilap di sana.
Butuh 500 tahun mendapatkan izin membangun masjid dari Pemerintah Granada, sejak Muhammad XII, sultan Muslim terakhir, diusir oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella pada 1492 untuk meninggalkan Andalusia. Sebagai pusat kekuasaan Islam di Eropa waktu itu, Andalusia mencakup Semenanjung Iberia termasuk Spanyol dan Portugis di zaman sekarang.
Mezquita Mayor de Granada atau Masjid Jami Granada berdiri di distrik Albayzin, kota tua bangsa Moor, sebutan orang Muslim abad pertengahan yang tinggal di Andalusia dan juga Maroko dan Afrika barat. Budaya mereka disebut Moorish. BEAUTIFULMOSQUE.COM
Masjid Jami Granada berada di distrik Albayzin terletak di atas bukit, di tepi Sungai Darro. Albayzin adalah kota tua bangsa Moor, sebutan orang Muslim abad pertengahan yang tinggal di Andalusia dan juga Maroko dan Afrika barat. Budaya mereka disebut Moorish.
KH Cholil Nafis bersama Bashir Cadtineria berada di beranda depan Masjid Jami Granada. Bashir adalah seorang mualaf dan tercatat sebagai Direktur Masjid Jami Granada. DOKUMENTASI KH CHOLIL NAFIS
Tak jauh dari Plaza de San Nicolas kita bisa memandang Istana Alhambra, karya monumental warisan arsitektur Islam yang didirikan pada 1238 dan masih kokoh sampai sekarang. Masjid Jami Granada persis berada di seberang Istana Alhambra.
Plaza de San Nicolas diyakini banyak orang sebagai spot paling menakjubkan yang membuat pengunjung untuk betah berlama-lama duduk, melihat pancaran senja memantulkan warna kuning kemerah-merahaan ke dinding Istana Alhambra.
Di ujung Jalan Calle Espaldas de San Nicolas pandangan kita akan beradu pada sebuah menara putih, jangkung dan kokoh. Inilah menara Masjid Jami Granada yang di dinding atasnya terdapat kaligrafi kufi berbunyi, "Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah."
KH Cholil Nafis bersama warga Muslim setempat di beranda depan Masjid Jami Granada, Spanyol. DOKUMENTASI KH CHOLIL NAFIS
Menara putih masjid ini bergaya Mudejar dan terlihat menjulang di antara bangunan lain di sekelilingnya. Kaligrafi kufi di masjid ini seakan ingin mempertahankan identitas asli distrik Albayzin yang dulu didiami bangsa Moor.
Sang imam harus menaiki sekitar 59 anak tangga untuk sampai ke menara. Lantunan azan dari menara ini menggema sampai sampai ke Istana Alhambra yang memiliki 30 menara, terdiri dari istana, barak militer, kota tua, dan taman bernama Generalife.
Tak sulit menemukan masjid ini karena ada dinding pembatas sebagai petunjuk bagi mereka yang baru datang ke sini. Melewati gerbangnya yang tak begitu lega, kesan damai, rindang, dan tenang menyapa kami. Suasana ini kontras dengan riuh wisatawan di pelataran Plaza de San Nicolas.
Mezquita Mayor de Granada atau Masjid Jami Granada yang berdiri di distrik Albayzin merupakan rumah bagi 500 pemeluk Islam di Granada, Spanyol. BEAUTIFULMOSQUE.COM
Taman berukuran kecil menghiasi pelataran Masjid Jami Granada. Air mancur di tengah taman seolah ingin memecah keheningan pagi menjelang siang. Kolam air mancur di tengah bangunan mudah dijumpai di rumah orang-orang Spanyol, warisan bangsa Moor.
Memasuki masjid ada mihrab. Selayang pandang bentuknya menyerupai Mezquita Cordoba atau Masjid Cordoba, namun dengan desain lebih sederhana. Warna emas mendominasi kubah mihrab lengkap dengan kaligrafi dan dekorasi berbentuk geometri.
KH Cholil Nafis berdiri di depan Masjij Jami Granada, Spanyol. DOKUMENTASI KH CHOLIL NAFIS
Ruang inti masjid cukup luas untuk menampung sekitar ratusan jemaah. Tak hanya sebagai tepat ibadah di masjid ini Muslim dan non-Muslim bisa mengikuti kursus bahasa Arab.
Kembali ke sejarah berdirinya Masjid Jami Granada tak lepas dari gagasan Syeikh Abdulqadir Al-Sufi, pendiri Murabitun World Movement. Ia lahir di Skotlandia pada 1930 dan resmi menjadi mualaf pada 1967.
Memori umat Muslim Granada yang telah mengakar selama delapan abad di Semenanjung Iberia seolah terkubur dan hampir tak berbekas. Identitas sebagai Muslim sengaja disembunyikan untuk mendapat pengakuan sebagai warga negara Spanyol berbilang tahun.
Tempat wudu di Masjid Jami Granada, Spanyol, yang masih menyisakan keramik berornamen khas Moorish. BEAUTIFULMOSQUE.COM
Dengan berdirinya masjid ini pada 2003 silam seakan kejayaan Islam di Granada kembali. Setelah lima abad lamanya semua hal berbau Moorish, entah bahasa, tradisi, makanan sampai baju dilarang keras sejak kejayaan Islam runtuh di Andalusia.
Masjid Jami Granada menjadi simbol pertama keberadaan kaum Muslim di Granada sejak lampau. Setelah hampir 22 tahun, melalui bermacam kontroversi dan penolakan dari Pemerintah Granada, masjid putih dengan arsitektur gabungan antara Mezquita di Cordoba dan Masjid Al-Aqsa di Jerussalem kembali berdiri kokoh.
Istana Alhambra di Granada, Spanyol. WIKIPEDIA
Rasa-rasanya masjid ini bukan sebatas bangunan biasa untuk beribadah, namun lebih dari itu. Bangunan ini seperti mempunyai ruh, sehingga mampu mengembalikan romantisme kegemilangan peradaban Muslim Andalusia ketika itu. Meski nyatanya Granada sekarang bukanlah Granada beberapa abad silam.
Saat saya memasuki Masjid Jami Granada ini awalnya gerbang terkunci. Sesaat menunggu tampak seorang pria bule berpakaian rapi menyapa. Ia memperkenalkan namanya Bashir Cadtineria, penduduk setempat. Rupanya saya bertemu langsung Direktur Masjid Jami Granada. Ia seorang mualaf, usianya sekitar 30-an.
Seperti bertemu saudara lama yang tak pernah berjumpa, ia membagi ceritanya kepada saya tentang masjid di Granada. Masjid yang sedang saya kunjungi satu-satunya di Granada. Ada tempat lain tapi lingkupnya musala. Ia mempersilakan saya masuk ke dalam masjid untuk salat tahiyatul masjid. Perbincangan melebar, menyoal masjid dan umat Islam di Spanyol, khususnya Granada.
Bashir bercerita masjid ini merupakan sentrum peradaban umat Islam di Granada. Di masjid ini pula terdapat pusat kajian Islam yang bertujuan mengenalkan peradaban Islam yang toleran dan moderat, jauh dari sangkaan orang Eropa kebanyakan.
Pusat kajian Islam menempati ruang terpisah dengan bangunan masjid, tepatnya berada di lantai bawah. Ruangan ini terdiri dari perpustakaan, ruang kelas dan ruang konferensi.
Masjid Jami Granada menjadi rumah sekitar 500 Muslim yang berada tak jauh dari distrik Albayzin. Kehadirannya kembali membuka lipatan kejayaan Islam yang pernah ada Granada. Kehadiran mereka tak terkait kekuasaan, tapi menegaskan sebagai kesatuan warga negara Spanyol yang berhak beribadah setelah sekian lama diasingkan.
Islam bukan penjajah dan bukan haus darah, tetapi Islam mengajarkan cara hidup yang sesuai fitrah manusia. Mudah-mudah para muajahid ini sukses di medan perjuangannya di Negeri Matador.