“Saya menulis surat itu karena saya menganggap beliau (Presiden Jokowi) adalah salah satu Putra Adat Kesultanan Tidore. Beliau dikukuhkan sebagai Putra Adat ketika berkunjung ke Tidore bulan Mei 2015. Saya ingin membantu dan melindungi beliau dari berbagai kepentingan yang mungkin bisa merusak citra dan nama beliau,” ujar Sultan Tidore dalam pertemuan.
“Saya ingin mengingatkan beliau. Dalam mengelola negara, beliau tahu lebih banyak. Tetapi mungkin ada hal-hal yang tercecer, saya ingin mengingatkan beliau untuk berhati-hati dan lebih memperhatikan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak mesti dikelola secara baik, sehingga masyarakat bisa memberikan partisipasi yang maksimal dan tidak merasa termajinalkan dan tersisihkan,” jelas Sultan Tidore.
Pertemuan antara Sultan Tidore dengan rombongan PKNMB digelar di teras keraton.
Di dalam pertemuan itu, Laksamana (Purn.) Tedjo E. Purdijatno menyerahkan piagam penghargaan dan menobatkan Sultan Tidore sebagai pemimpin panutan dalam menjaga kedaulatan NKRI dan martabat bangsa.
“Saya sangat mengapresiasi jiwa nasionalisme Bapak dalam mempertahankan republik sehingga tidak jatuh ke tangan asing,” kata Tedjo E. Purdijatno.
Mantan KSAL dan mantan Menko Polhukam itu juga menegaskan dirinya tidak setuju dengan rencana pemerintah menyerahkan pengelolaan pulau-pulau kecil kepada pihak asing.
Bagaimanapun juga pulau-pulau terluar adalah bagian dari wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
“Kita perlu menteladani sikap patriotisme, kenegarawan dan nasionalisme Sultan Tidore,” katanya lagi.
Sementara Ketua Umum PKNMB Batara R. Hutagalung berharap patriotisme dan nasionalisme seperti yang dimiliki Sultan Tidore juga dimiliki oleh sultan dan raja adat lain.
“Kita harus menolak bila bangsa ini akan kembali dijadikan sebagai bangsa kuli di negeri sendiri. Kita harus jadi tuan rumah. Mengundang investor asing tidak salah. Yang salah adalah kalau investor asing itu kemudian menjadi pemilik, dan rakyat Indonesia kembali menjadi jongos,” ujar Batara.
Batara juga mengatakan, upaya menyebarkan semangat patriotisme dan nasionalisme itu bisa dilakukan dengan memperbaharui penulisan sejarah di buku-buku pelajaran sejarah di sekolah.
“Sejarah yang diajarkan kepada anak-anak kita memperlihatkan superioritas bangsa penjajah dan ketidakmampuan pejuang-pejuang di masa lalu dalam menghadapi mereka. Jarang sekali ada kisah kemenangan. Salah satu kisah kemenangan yang harus dipopulerkan adalah kemenangan Sultan Nuku dari Tidore dalam menghadapi Belanda tahun 1801,” ujar Batara R. Hutagalung.
Batara juga mengingatkan bahwa tanpa kontribusi dari Kesultanan Tidore, wajah NKRI tidak akan seperti yang kita kenal kini.
“Tidore adalah kerajaan besar pada masanya, dan berkuasa hingga seluruh Pulau Papua dan negeri-negeri lain di Pasifik. Tidore secara suka rela menyatakan bergabung dengan NKRI,” demikian Batara R. Hutagalung. (***)