PENGIRIM: Achmad Deni Daruri/President Director Center for Banking Crisis
TRIBUNNERS - Rupiah bergerak liar terus melemah terhadap mata uang dollar, Amerika di akhir Oktober ini menembus Rp 13.600 per satu US dollar .
Dibandingkan pelemahan mata uang regional lainya seperti Singapora, rupiah lebih terjun bebas. Seakan-akan tidak ada Bank Indonesia dalam NKRI ini. Kemana jurus Gubernur BI.
Baca: Digelar Awal Maret: Untuk Pertama Kalinya, Gaikindo Akan Gelar Pameran Khusus Kendaraan Niaga
Pelemahan mata uang di Asia memang karena perekonomian Amerika terus membaik. Dan trend perekonomian Amerika terus positif baik kebijakan fiskal oleh pemerintah AS, maupun kebijakan moneter yang di lakukan oleh the Fed.
Bank Sentral seperti Singapora telah menyiapkan intrument moneter yang inovatif dan antisipatif sehingga perkembangan perekonomian Amerika tidak signifikan mempengaruhi mata uang Singapora.
Otoritas Moneter Singapura, menggunakan pertukaran mata uang Singapore dollar sebagai instrument utama kebijakan moneter bukan suku bunga. Ini memudahkan, otoritas bank central untuk melakukan penyesuaian kebijakan terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Beda dengan rupiah, BI kelihatan agak gugup mengantisipasi perkembangan ekonomi Amerika, sehinga intrument BI tidak inovatif hanya intervensi pasar, yang hanya menghabiskan cadangan devisa tanpa efek maksimal pengaruhnya.
Bi dituntut harus inovatif dan dan antispatif terhadap kondisi perekenomian global khusus ekonomi Amerika.
Semoga gubernur BI yang akan habis masa jabatan Mei 2018 punya jurus baru menguatkan nilai rupiah agar kelihatan bahwa kita memang punya gubernur BI yang berkualitas bukan jurus berkampanye untuk terpilih lagi menjadi Gubernur BI Periode berikutnya.**