TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Secara etika moral, partai politik seharusnya tidak mengusung dan mendukung calon petahana yang sudah terbukti bersalah di muka hukum untuk maju kembali dalam Pilkada 2018.
Mahkamah Agung (MA) jelas-jelas sudah mengeluarkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), yang menyatakan seorang bupati di Papua terbukti bersalah.
"Jadi, bukan hanya parpol pengusung dan pendukung, Bupati itu sendiri seharusnya juga tidak memaksakan diri mengikuti kembali pilkada," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia (LAPI) Maksimus Ramses Lalongkoe di Jakarta, Jumat (5/1/2017).
Baca: Partai Demokrat Merasa Diberlakukan Tidak Adil Dalam Pilkada
Ramses menambahkan, Pilkada itu intinya merebut pemimpin.
"Bagaimana mungkin calon pemimpinnya merupakan orang yang bermasalah secara hukum. Jelas, hal itu tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat. Pertanyaannya, apakah tidak ada rasa malu calon pemimpin yang nyata-nyata bermasalah secara hukum masih ngotot ikut pilkada?” tanya Ramses.
Terkait masih kuatnya dukungan parpol kepada sang petahana, lanjut Ramses, hal itu sekaligus menunjukkan bahwa parpol-parpol tersebut telah turut serta memproduksi calon pemimpin yang secara etika moral tidak layak dijadikan pemimpin.
”Parpol seharusnya menjadi garda terdepan dalam mencari dan melahirkan calon-calon pemimpin yang bebas dari kasus hukum masa lalu, karena tidak memberikan teladan kepada masyarakat,” tegasnya.
Seperti diketahui, bupati petahana Eltinus Omaleng sudah menyatakan diri hendak kembali bertarung dalam Pilkada Mimika 2018.
Berpasangan dengan John Rettob, Omaleng sejauh ini mengklaim telah mengantongi dukungan dari sejumlah parpol, di antaranya Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Hanura dan Partai Bulan Bintang.