Klaim Narudin ini diamini oleh Krt Agus Nagoro. Agus juga menceritakan proses kreatifnya. Awalnya ia menentang puisi esai.
Namun kegelisahannya atas isu kerusakan sosial akibat pabrik semen, di Jawa Tengah, sebagai penulis ia mencari cara mengekspresikannya.
Agus menemukan format pusi esai cocok untuk ekspresinya. Ada catatan kaki yang membuat data kisah nyata itu bisa masuk dalam puisi. Drama dan puisi yang panjang membuatnya bisa mengeksplor sisi batin peristiwa.
Eko Tunas membantah puisi esai sebagai genre baru. Menurut Eko, sejenis puisi esai sudah ditulis oleh banyak penyair, sejak tahun 1970an.
Saut Situmorang membantah pula keabsahan puisi esai baik sebagai genre baru ataupun angkatan baru. Saut juga membantah keabsahan Denny JA sebagai penggagas.
Denny JA sendiri tak hadir dalam debat pro dan kontra itu. Menurut Denny, itu agar pihak yang pro dan kontra lebih bebas ungkapkan gagasannya.
Ditanya soal heboh puisi esai, Denny menjawab," Ketika menulis puisi esai, saya tak mengira jika efeknya seheboh ini. Ternyata kontroversi dunia puisi sama hebohnya dengan pilpres," ujar Denny.