TRIBUNNERS - Pengamat kebijakan publik UI menilai sudah saatnya ada Badan Pengendali Obat dan Makanan (BPOM) yang otonom langsung bertanggung jawab ke Presiden.
Badan ini setidaknya dipimpin oleh pejabat profesional yang mampu menjaga standar kelayakan produksi, mutu bahan baku dan standar harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat di Indonesia.
Baca: Bambang Soesatyo dan Mensos Serahkan Bansos PKH dan Rastra
“Adapun payung hukum Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) setidaknya diatur melalui peraturan pemerintah (PP), atau lebih kuat dengan UU Obat dan Makanan. Hal ini perlu untuk menghindari tumpang tindih dengan kebijakan Kementerian Kesehatan,” tegas Riant Nugroho, pengamat kebijakan publik UI, kepada pers di Jakarta, Selasa (27/2).
Riant mengingatkan, pendirian lembaga baru yang otonom (BPOM) itu perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak terkesan munculnya lembaga baru itu secara mendadak.
“Perlu dilakukan dengan simulasi saat BPOM berada di bawah naungan Kemenkes, dan saat BPOM berdiri sendiri. Dan juga perlu ada focus group discussion (FGD) dengan mengundang kalangan ahli manajemen yang kompeten,” ujarnya.
Indonesia harus meniru lembaga Food and Drugs Administration (FDA) yang memiliki kewenangan otonom di luar departemen kesehatan di Amerika Serikat.
Tidak hanya itu. Tingginya harga obat yang bahan bakunya berasal dari impor juga sering dipermainkan oleh mafia bisnis obat, sehingga harga obat semakin tidak terjangkau oleh segenap rakyat miskin yang berada di pelosok Indonesia.
“Salah satu tugas badan baru pengendali obat dan makanan, adalah mampu mereduksi dan mendeteksi permainan mafia obat tersebut, yang selama ini sulit terdeteksi oleh pihak berwajib,” ujar Riant.
Seperti diketahui publik saat ini, Kemenkes sekarang lebih banyak melakukan pekerjaan operasional dan distribusi obat termasuk pengurusan perizinan peredaran obat dan pabrik farmasi.
“Kemenkes harusnya lebih banyak mengatur regulasi, izin praktik dokter, dan mengatur pemerataan kesehatan masyarakat dan promosi pencegahan (preventive promotion) di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia di masa mendatang seharusnya tidak lagi mengimpor obat-obatan sebab teknologi berkembang begitu cepat.
Jokowi menginstruksikan para pembantunya berinovasi terhadap bahan-bahan yang selama ini diimpor sehingga Indonesia bisa memproduksinya sendiri. "Jangan sampai impor, impor, impor. Marilah kita sama-sama berpikir," ujarnya saat meresmikan pabrik obat PT Kalbio Global Medika di Cikarang, Selasa (27/2)
Presiden juga menjelaskan bahwa pemerintah menjadikan pembangunan kesehatan sebagai prioritas dan pembangunan pabrik farmasi itu akan mendukung upaya pemerintah dalam membangun kesehatan masyarakat.
Karena itu, pengamat kebijakan publik UI itu mengatakan, sudah saatnya Indonesia memiliki badan otonom yang khusus menangani perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian masalah obat dan makanan, agar mampu menghasilkan sebuah produk obat dan makanan yang mutu dan harganya dapat terjangkau oleh masyarakat Indonesia