News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pilpres 2019

Menimbang Prabowo-TGB

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Oleh: H. Sopyan Iskandar

TRIBUNNEWS.COM - Teka-teki itu terjawab sudah. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima mandat partainya sebagai calon presiden 2019 dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (11/4/2018).

Kini, 08 – sebutan untuk Prabowo di kalangan Gerindra – tinggal membangun koalisi mengingat suara Gerindra dengan 73 kursi dari 560 kursi di DPR RI (11,81%) hasil Pemilu 2014, tak memenuhi presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) 20%.

Selain dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah “paten”, 08 kini menjajaki koalisi dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

PAN, meski menempatkan kadernya di Kabinet Kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo namun chemistry-nya lebih ke 08, apalagi pernah berkoalisi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 di mana Ketua Umum PAN saat itu, Hatta Rajasa, menjadi calon wakil presiden dari 08.

PKB, pun menempatkan kadernya di Kabinet Kerja, juga masih bisa “dikilik”, terutama jika ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, yang menyodor-nyodorkan diri sebagai cawapres bagi Jokowi, tak jadi dipinang.

Bagaimana dengan Partai Demokrat yang selama ini memosisikan diri sebagai penyeimbang? Chemistry 08 dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak sebangun. Sudah bukan rahasia lagi bahwa semasa aktif di TNI, terjadi rivalitas di antara keduanya. Mungkin karena itulah Demokrat tak diundang dalam Rakornas Gerindra kemarin.

Tetapi, di dalam politik ada agadium “tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan”.

Jika 08 meminang Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat yang juga Ketua DPD Partai Demokrat NTB, akrab dipanggil Tuan Guru Bajang (TGB), maka bisa jadi Demokrat mau berkoalisi dengan Gerindra.

Bagaimana dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang selama ini digadang-gadang Demokrat?

Demi kepentingan bangsa dan negara, AHY cukup menjadi menteri saja bila nanti Prabowo-TGB terpilih, sekaligus untuk kaderisasi dan menimba pengalaman.

Di DPR RI, Demokrat memiliki 61 kursi (10,19%), PAN 49 kursi (7,59%), PKB 47 kursi (9,04%), dan PKS 40 kursi (6,79%).

Bagaimana dengan PKS yang sudah “paten”? Belakangan, partai dakwah yang suaranya paling buncit di antara Gerindra, Demokrat, PAN dan PKB ini menyodorkan syarat, yakni salah satu dari sembilan kadernya yang sudah ditetapkan sebagai capres/cawapres, harus dipinang 08 bila Gerindra mau berkoalisi dengan PKS.

Tiga mantan Presiden PKS, yakni Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Anis Matta, dan juga Presiden PKS Sohibul Iman, masuk daftar capres/cawapres PKS. Selebihnya Ahmad Heryawan, Irwan Prayitno, Salim Segaf Al Jufrie, Al Muzamil Yusuf dan Mardani Ali Sera.

Dari sembilan nama itu, tak satu pun yang berdasarkan hasil survei, elektabilitasnya melampaui TGB. Apalagi dalam pilpres yang lebih berpengaruh adalah sosok personal, bukan partai.

Jadi, daripada nanti tidak mendapatkan apa-apa karena kalah pilpres, dan mau bergabung dengan koalisi Jokowi juga tak mungkin karena chemistry PKS tidak cocok, lebih baik PKS merelakan TGB sebagai cawapres dari 08, dan sebagian dari kesembilan kader PKS tersebut cukup menjadi menteri saja kelak bila menang.

Dalam terminologi Jawa, jangan sampai Gerindra, PKS, Demokrat, PAN dan PKB “rebut balung tanpa isi” (berebut tulang tanpa sumsum), atau berebut layang-layang putus, ketika satu pihak sudah mendapatkan layang-layang itu, supaya tak ada yang bisa menguasainya, layang-layang itu kemudian dirobek oleh pihak lain.

Akhirnya, tak ada yang beroleh manfaat dari layang-layang putus yang diperbutkan itu.

Perpaduan 08 yang nasionalis dan TGB yang religius sudah pasti akan menjadi kekuatan yang super dahsyat dan bisa menandingi petahana Presiden Jokowi.

Mengapa bukan Anies Baswedan saja? Anies belum genap setahun menjabat Gubernur DKI Jakarta, sehingga masih perlu membuktikan prestasinya. Sedangkan TGB sudah dua periode menjabat Gubernur NTB, sehingga sudah pasti berprestasi dan kenyang asam garam.

Kehadiran TGB yang alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, jelas amat dibutuhkan umat yang merindukan sosok pemimpin sejuk. Mereka yang non-muslim juga mensyaratkan toleransi dari umat Islam. Semua itu ada di dalam diri TGB.

Siapa cawapres 08 akan sangat menentukan kemenangan dalam Pilpres 2019, apalagi langkah 08 menerima mandat sebagai capres sudah tepat.

Paling tidak, suara Gerindra pada Pemilu Legislatif 2019 akan stabil seperti Pemilu 2014, bahkan ada kemungkinan meningkat berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga. Kalau Gerindra saat ini ranking 3, bisa jadi pada Pemilu 2019 menjadi ranking 2 bahkan 1.

Mengapa? 08 adalah ikon Gerindra. Ketika ikon itu menjadi capres, maka ada kebanggaan tersendiri bagi kader dan simpatisan, sehingga mereka tetap memilih Gerindra, dan ketika memilih Gerindra, sudah pasti mereka memilih 08 dalam pilpres yang digelar bersamaan dengan pileg. Insya Allah!

H. Sopyan Iskandar: Ketua DPP LPRI (Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini