News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

20 Tahun Reformasi

Hasil Pertemuan Aktivis Syarikat Kawan Juang 98 dengan Komnas HAM RI

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas kepolisian membubarkan massa aksi yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam saat aksi Refleksi 20 tahun Reformasi di Depan Istana, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018). Polisi terpaksa membubarkan massa tersebut karena melakukan tindakan yang yang melanggar UU dan bersikap provokatif dan anarkis saat melakukan unjuk rasa. Tribunnews/Jeprima

Penulis: Hengki Irawan

Aktivis Syarikat Kawan Juang 98.

Point pertemuan Aktivis "Syarikat Kawan Juang 98" dengan Komnas HAM RI 21 Mei 2018 (20 Tahun Reformasi)

Point 1.

Mendukung 9 agenda prioritas Jokowi JK (Nawacita) yang secara khusus menyebutkan bahwa Jokowi-JK "berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti: Kerusuhan Mei, Trisakti, Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965.

Langkah aksi dan pelembagaan kebijakan dirumuskan dalam berbagai bentuk yang berbeda, dengan tetap terikat pada prinsip-prinsip umum yang diakui secara universal.

Prinsip-prinsip tersebut yakni kewajiban negara dalam penyelesaian pelanggaran HAM dengan pemenuhan terhadap hak untuk tahu (the right to know), sebagai landasan dalam pemberian pemulihan korban (the right to reparation), dan penegakan pertanggungjawaban melalui penuntutan hukum sesuai UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 43-44 tentang Pengadilan HAM Ad Hoc. Dan Pasal 46 tentang tidak berlakunya ketentuan kadaluwarsa dalam pelanggaran HAM yang berat.

Masuknya ketentuan tersebut dimaksudkan agar kasus-kasus yang terjadi sebelum diundangkannya UU tersebut dapat diadili.

Guna mencegah berulangnya pelanggaran HAM, serta agenda reformasi kelembagaan khususnya penegakan Hukum dan HAM.

 Berkaca pada seluruh rangkaian perjalanan upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah dilakukan, bahwa tidak ada jalan tunggal dalam penyelesaian, apalagi yang bersifat jalan pintas, cepat dan efisien.

Pendekatan yang digunakan adalah bagian dari komitmen pembangunan manusia yang berbeda dari penyelesaian atau debottlenecking dalam soal-soal Hukum.

Oleh karena itu – juga untuk memberikan legitimasi yang kuat atas prosesnya – dibutuhkan keterlibatan dan dukungan banyak aktor atau pemangku kepentingan Stake holder (Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Menkopolhukam, KemenkumHam, Korban dan keluarga Korban).

 Segera membuat peta jalan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang berkeadilan.

 Point 2:

Perkembangan kasus Tragedi Trisakti, Semanggi 1 dan Semanggi 2 sudah final hasil penyelidikan oleh Komnas HAM RI yang menyatakan ada terjadi pelanggaran HAM berat dan sudah 17 tahun macet saat dilimpahkan ke Kejaksaan Agung RI untuk dilaksankan proses penyidikan.

Alasannya politis yakni membuka kotak pandora yang akan mengganggu stabilitas politik karena aktor intelektual yang ada di posisi strategis elite nasional,  Lalu alasan teknis yudisial pada proses penyelidikan Komnas HAM seperti: keterangan saksi tidak dibawah sumpah, visum dokter bukan aseli melainkan Foto Copyan, dan kendala lain adalah menurut aturan Kemenkes Retensi arsip kesehatan diatas 5 tahun akan dihancurkan.

 Point 3:

Mendukung Komnas HAM melakukan 2 alternatif strategi yaitu:
1) Pra gelar perkara ulang Komnas HAM bersama Kejagung dan DPR.
2) Membentuk Tim adhoc penyidikan gabungan antara kejagung dgn komnas HAM.

Dan Mendukung Komnas HAM RI mengajukan dikeluarkannya Fatwa tentang kewenangan "Subpoena" yakni kewenangan Memanggil Paksa para saksi kunci dan tersangka kasus pelanggrana HAM.

Serta mendorong Dilaksanakan segera musyawarah perihal mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat antara Komnas HAM dan Kejagung.

Point 4:

Meminta Jokowi untuk berani mengambil langkah segera mengganti elite nasional di pemerintahannya yang mempunyai handycap sebagai pejabat militer aktif yang memiliki garis komando pada saat peristiwa pelanggaran HAM berat itu terjadi. Seperti Menlopolhukam Wiranto.

Dan mengganti Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang tidak menunjukan kinerja mendukung nawacita Jokowi JK dalam hal penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM berat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini