News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pencemaran Limbah di Citarum Mengkhawatirkan, Ini Solusinya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas menggunakan alat berat beko membersihkan hamparan sampah di aliran Sungai Citarum yang tertahan di Jembatan Cijagra, Kampung Cijagra, RW 10, Desa/Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Kamis (2/3/2018). Sampah tersebut dibersihkan dan diangkut puluhan truk. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Ditulis oleh: Muhammad Hafiz

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -  Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat yaitu  sekitar 269 km yang mengaliri area irigasi untuk pertanian seluas 420.000 hektar.

Sungai Citarum mengalir dari hulunya di Gunung Wayang selatan kota Bandung mengalir ke utara dan bermuara di Muara Gembong, kabupaten Bekasi.

Baca: Hujan Lebat, Kereta Api Terguling di Turki Tewaskan 24 Orang

Citarum mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota dan merupakan sumber air untuk kebutuhan sekitar 28 Juta masyarakat.

Pemanfaatan sungai Citarum sangat bervariasi mulai dari kebutuhan rumah tangga, irigasi, pertanian, peternakan sampai ke sektor industri.

Sungai ini juga merupakan sumber air minum bagi masyarakat kota besar seperti Bandung, Purwakarta, Bekasi dan Jakarta.

Citarum juga merupakan salah satu denyut nadi perekonomian Indonesia, yaitu sebesar 20% Gross Domestic Product (GDP) dengan hamparan industri yang berada di sepanjang sungai Citarum.

Citarum penuh limbah berbahaya

Sekarang ini citarum justru menjadi momok menyeramkan bagi masyarakat di Jawa Barat, ini dikarenakan air yang mengalir di sungai Citarum telah tercemari oleh limbah yang beracun dan berbahaya (B3).

Salah satu sumber pencemaran yang paling signifikan bagi Citarum adalah limbah industri. Dengan 2.700 industri sedang dan besar yang membuang limbahnya ke badan sungai, dengan rincian sekitar 53% tidak terkelola (Kompas, 04/01/18).

Beban pencemaran Citarum ini sudah melebihi daya tampungnya. Dengan kondisi ini, tentu saja pemulihan kualitas air Sungai Citarum akan menjadi PR berat bagi masyarakat Jawa Barat.

Padahal, pencemaran industri merupakan sumber pencemar yang relatif mudah dikontrol karena kontribusi sektor ini memerlukan izin, dan dengan demikian dapat diprakirakan, dikelola (dengan titik tekan pada pencegahan) dan diawasi secara lebih pasti.

Teknologi pengolahan air limbah juga telah tersedia dan dapat disyaratkan, serta relatif lebih terjangkau oleh industri.

Dari total industri yang ada di daerah aliran sungai (DAS) Citarum, hanya sekitar 20% saja yang mengolah limbah mereka, sementara sisanya membuang langsung limbah mereka secara tidak bertanggung jawab ke anak sungai Citarum atau ke Citarum secara langsung tanpa pengawasan dan tindakan dari pihak yang berwenang (pemerintah).

Dampak dari pembuangan limbah berbahaya ini jelas akan sangat merugikan bagi kehidupan bagi masyarakat, mulai dari mencium bau yang tidak sedap hingga merusak kualitas pada sektor pertanian di sekitar Citarum.

Sumber air untuk sawah ini berasal dari aliran anak sungai Citarum dan sungai Citarum itu sendiri.

Beberapa masyarakat sekitar sungai juga merasakan dampak langsung seperti penyakit kulit dan penyakit pernapasan karena zat yang terhirup ke pernapasan masyarakat.

Bahkan di sebuah desa di daerah Dayeuh Kolot, Bandung sebagian besar anak kecil disana mengalami gangguan mental seperti autis.

Memang belum ada penelitian lebih lanjut dari dampak limbah ke perubahan genetika manusia, namun tidak menampik kemungkinan ini juga merupakan buah dari masyarakat yang kehidupannya dekat dengan DAS Citarum.

Pada tahun 2016 menurut  Greenpeace (sebuah organisasi independent yang bergerak dalam aksi lingkungan) dampak kerugian ekonomi dari tercemarnya sungai Citarum selama bertahun-tahun dengan pendekatan total economic valuation (tanpa mengikut sertakan biaya abai baku mutu) adalah sebesar Rp. 11.385.847.532.188 (± 11,4 Triliun).

Dari hasil surveidalam laporan tersebut juga terungkap bahwa 77,67% warga berpendapat bahwa terjadi penurunan kualitas air setelah pabrik berdiri dan 88,35% warga terpaksa membeli air untuk sumber air minum akibat memburuknya kualitas air tersebut.

Nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran bahan berbahaya industri di salah satu aliran anak Sungai Citarum tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum serta tidak efektifnya regulasi pemerintah Indonesia dalam mencegah meluasnya pencemaran bahan kimia B3 industri ke dalam lingkungan.

Baca: Asap Kebakaran di Pelabuhan Benoa Tak Mengganggu Aktivitas Penerbangan di Bandara Ngurah Rai

Seperti pada kasus di Rancaekek, Bandung, ini dapat dijadikan sebuah potret pembuangan bahan kimia B3 yang masif serta tertutup ke sungai-sungai dan lingkungan Indonesia.

Ini juga mencerminkan betapa mudahnya industri untuk mencemari dan lari dari tanggung jawabnya. Peran pemerintah Indonesia sangat penting dan harus menjamin keselamatan serta kesehatan warganya untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang dari ancaman bahaya B3 dengan membawa Indonesia menuju bebas dari pembuangan limbah B3 ke alam bebas.

Solusi

Dalam membenahi limbah industri membutuhkan peran realistis pemerintah dalam memangkas beban pencemaran Citarum.

Untuk membenahi tata kelola limbah industri ini, ada beberapa yang harus diperbaiki oleh pemerintah.

Pemerintah harus melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap DAS Citarum untuk mengetahui sumber-sumber pencemar beserta kontribusinya, serta kewajiban-kewajiban pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang belum dilakukan.

Perbaikan pemantauan limbah industri dengan mengoptimalkan teknologi termutakhir, misal mewajibkan swapantau dengan alat pantau terus menerus bagi pencemar besar.

Data swapantau harus transparan dan dapat diakses publik secara mudah dan cuma-cuma, sehingga memungkinkan partisipasi publik yang efektif dalam mengingatkan pemerintah jika luput melakukan pengawasan atau penegakan hukum.

Rehabilitasi DAS Citarum dengan kombinasi reboisasi sempadan, penegakan tata ruang, mempertahankan wilayah resapan, serta edukasi dan pemberdayaan masyarakat di hulu hingga hilir.

Namun diluar peran pemerintah, peran masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menegur para pelaku industri agar tidak membuang limbah berbahaya itu langsung ke sungai dan bagi para pelaku industri juga seharusnya memiliki kesadaran agar menjaga kelestarian alam sehingga pembuangan limbah ini dapat dikelola dengan baik dan tidak merusak alam sekitar industri tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini