Oleh: Dr Syamsuddin Radjab SH MH
(Pengamat Hukum dan Direktur Eksekutif JENGGALA CENTER)
TRIBUNNEWS.COM - Menanggapi fasilitas mewah di Lapas Sukamiskin, Bandung yang disoal KPK saat Operasi Tangkap Tangan (KPK) ada beberapa hal tanggapan saya.
Pertama, Peristiwa pada sabtu 21 Juli 2018 saat KPK melakukan OTT terhadap Kalapas Sukamiskin dan seorang terdakwa serta mendapatkan beberapa terpidana KPK yang menghilang di tempat dan dengan fasilitas mewah bukanlah hal yang mengejutkan karena praktik tersebut sudah biasa terjadi di lingkungan lembaga pemasyarakatan (LP) bukan saja di Sukamiskin tetapi juga di LP lainnya.
Contohnya Kasus Artalyta Suryani, Gayus Tambunan, dan lain-lain.
Kedua, fasilitas mewah itu terjadi karena adanya kebutuhan 'mewah' terpidana di dalam LP dengan pihak yang dapat menyediakan hal itu yakni pihak LP sendiri yang kebijakannya ada di kepala LP.
Sehingga, secara simbiosis mutualistik hukum pasar dalam ekonomi "ada kebutuhan dan ada penyedia" maka transaksi itu dapat berlangsung dengan harga yang tentu sangat tinggi apalagi pengawasannya jauh dari jangkauan publik dan atasannya termasuk jauh dari pengawasan KPK.
Ketiga, hal itu terjadi bukan saja pada terpidana korupsi namun juga pada terpidana lainnya seperti kasus Narkotika, kejahatan perbankan, pencucian uang, dan lain-lain yang pada prinsipnya terpidana yang memiliki uang banyak dan dari bisnis uang haram.
Sementara terpidana kasus ecek-ecek kadang diperbantukan dan bahkan sipir-sipir pun juga menjadi "PEMBANTU" terpidana berduit tersebut.
Keempat, pada LP Sukamiskin, semua terpidananya bukan saja kasus korupsi tetapi juga kasus pidana umum seperti curanmor, pembunuhan, pemerkosaan dan lain-lain.
Hanya saja memang yang membedakan di sana soal fasilitas.
Fasilitas kasus korupsi bak hotel berbintang sementara kasus lainnya hanya mendapat bintang-bintang alis pusing.
Kelima, saat ini KPK berpikir akan memindahkan terpidana korupsi ke LP di Nusakambangan.
Menurut saya itu hanya memindahkan masalah dan tempat saja karena pada prinsipnya bukan soal tempat tapi soal karakter dan mental pejabat yang menangani LP dalam hal ini kementerian hukum dan HAM.
Selama mentalitas pejabat Lapas korup maka selama itu pula pembedaan perlakuaan dan pemberian fasilitas mewah kepada terpidana kasus korupsi akan terus berlangsung.
Sanksi pemecatan dan pengawasan ketat menjadi jawaban kasus tersebut kepada para pejabat lapas dan pemiskinan bagi pelaku korupsi.