Cobalah kita amati bersama, hiruk pikuk para ulama menjelang pesta demokrasi yang degelar setiap 5 tahun sekali ini.
Setiap kali pentas politik digelar, masih banyak para tokoh agama atau beberapa ulama yang ikut menyibukkan diri menjadi ‘corong’ dari para oknum politisi, kandidat calon dan bahkan ikut terjun langsung menjadi pasangan calon yang siap bersaing dengan kubu lain yang menjadi rival politiknya.
Ulama yang sampai saat ini ‘golput’ dari kepentingan politik dan sangat menjaga jarak dengan politik praktis kekuasaan harus kita akui keberadaannya sudah sangat langka sehingga perlu kita lindungi keberadannya agar tidak menjadi punah.
Realita yang berlangsung hari ini, sudah mulai menunjukkan hal berbanding terbalik sebagaimana sejatinya peran dan fungi ulama didalam sebuah tatanan masyarakat, dimana banyaknya para ulama yang kehilangan taringnya didepan pemangku kekuasaan, sikap kritis kepada pemerintah sudah tumpul bahkan tidak banyak para ulama yang memutuskan untuk menjadi kolega dalam perpolitikan hanya sekedar ‘menjaga suara’ agar tetap aman sehingga mampu memenangkan pertarungan.
Kesalahan-kesalahan kecil seperti inilah yang sering dilakukan oleh para ulama sehingga dengan sadar atau tidak menyadari akan melemahkan kharismatik dari sosok yang dipercayai sebagai pewaris para nabi terdahulu, peran seorang ulama menjadi samar ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat yang berindikasi hilangnya sebuah kepercayaan. (FR)