Oleh: Abraham C Hutapea dan Anwar Budiman
TRIBUNNEWS.COM - Makin banyak bicara makin banyak kesalahannya.
Mungkin itulah prinsip yang dianut Presiden Joko Widodo pada pidato perdananya sebagai presiden terpilih periode 2019-2024 hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 bertajuk “Visi Indonesia” di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/7/2019) malam. Presiden Jokowi hanya berpidato sekitar 20 menit.
Akibatnya, banyak hal yang belum tersampaikan.
Ada lima hal utama yang disampaikan Jokowi, sehingga kita sebut saja “Pancacita” (lima cita-cita), yakni melanjutkan pembangunan infrastuktur, membangun sumber daya manusia, mengundang investor seluas-luasnya, reformasi birokrasi, dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara fokus dan tepat sasaran.
Pidato dengan durasi sekitar 20 menit itu pun menuai polemik, misalnya Presiden Jokowi tidak menyinggung penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM), pemberantasan korupsi, dan isu lingkungan hidup.
Terlepas dari polemik itu, kita apresiasi pidato perdana Presiden Jokowi tersebut, karena bisa menjadi panduan bagi bangsa ini, terutama para menteri, tentang ke mana arah bangsa ini lima tahun ke depan.
Bila pada periode pertama (2014-2019) ada “Nawacita”, kini ada “Pancacita” yang akan menjadi panduan. Seyogyanya “Pancacita” merupakan penyempurnaan atau minimal tindak lanjut dari “Nawacita”.
Visi presiden lima tahun ke depan sebagai panduan pembangunan ini penting, mengingat saat ini tidak ada lagi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI lima tahun sekali sebagaimana terjadi selama era Orde Baru.
“GBHN” kita sekarang ini ya visi presiden terpilih itu, sehingga bisa jadi tidak ada kesinambungan antara presiden saat ini dengan presiden yang digantikannya.
Soal penegakan hukum dan HAM serta pemberantasan korupsi yang tidak disebut secara eksplisit oleh Presiden Jokowi, pihak Istana telah membantahnya.
Katanya, penegakan hukum dan HAM sudah tercakup di dalam pembangunan sumber daya manusia dan reformasi birokrasi.
Apalagi secara praksis Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, korban pelecehan seksual yang justru dihukum oleh Mahkamah Agung (MA).
Kini, amnesti buat Baiq Nuril itu sedang dalam proses mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.