News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Kabinet Jokowi

Kabinet Balas Budi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sumaryoto Padmodiningrat.

Oleh: Sumaryoto Padmodiningrat

TRIBUNNEWS.COM - Bila pada zaman kolonial Belanda ada politik etis, sekarang ini di Indonesia ada politik balas budi.

Tapi mungkin wajar, karena politik adalah take and give (menerima dan memberi).

Presiden Joko Widodo, Rabu (23/10/2019) di Istana Merdeka, Jakarta, mengumumkan kemudian melantik nama-nama menteri dalam kabinet yang ia namakan Kabinet Indonesia Maju, melanjutkan Kabinet Indonesia Kerja.

Dua hari kemudian, Jumat (23/10/2019) di tempat yang sama, Presiden Jokowi melantik 12 wakil menteri.

Dilihat dari nama-nama menteri dan wakil menteri, secara umum dapat dikatakan bahwa Presiden Jokowi dalam menyusun Kabinet Indonesia Maju ini menerapkan politik etis atau politik balas budi.

Akan majukah Kabinet Indonesia Maju, dalam arti mampu menjadikan Indonesia sebagai negara berkemajuan? Masih penuh tanda tanya.

Yang jelas, untuk sementara pasar mereaksinya positif. Tapi bila kita lihat satu per satu wajah-wajah menteri dan wakil menterinya, ada pesimisme yang membuncah.

Presiden Joko Widodo (kanan) menyalami Wakil Menteri PUPR Wempi Wetipo usai acara pelantikan Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Presiden Joko Widodo resmi melantik 12 Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Kabinet masih didominasi wajah-wajah lama. Kalaupun ada nama baru, mereka masih diragukan kapasitasnya.

Sebut saja masuknya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan. Reputasi Indonesia di dunia internasional akan berkonotasi negatif karena citra Prabowo lekat dengan dugaan pelanggar hak asasi manusia (HAM) berat.

Wajah soft power Indonesia akan tenggelam, dan akan digantikan dengan wajah sangar atau hard power.

Wajah sangar Indonesia akan kian bertambah menyeruak dengan hadirnya mantan Kepala Polri Jenderal (Purn) Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri.

Wajah sangar Indonesia makin sempurna dengan hadirnya mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fahrul Razi sebagai Menteri Agama.

Ada lima mantan jenderal TNI dan seorang mantan jenderal Polri yang duduk di kabinet periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi ini.

Bila pada periode pertama berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai Wapres, pada periode kedua ini Jokowi berpasangan dengan Wapres KH Ma'ruf Amin.

Dilihat dari performa wapres yang mendampingi Jokowi, kinerja Kabinet Indonesia Maju diprediksi akan lebih lemah daripada Kabinet Kerja.

Posisi Kyai Ma'ruf dikhawatirkan sekadar merupakan ban serep saja, yang hanya digunakan saat ban yang terpasang sudah aus atau bocor di tengah jalan.

Lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang tetap menempati pos lamanya.

Padahal prestasi kader PDIP ini biasa-biasa saja, bahkan cenderung kontroversial terkait revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari UU No 30 Tahun 2002 menjadi UU No 19 Tahun 2019.

Ataukah justru karena Yasonna berhasil merevisi UU KPK itulah maka dia dianggap berprestasi sehingga perlu diangkat kembali?

Zainuddin Amali, kader Partai Golkar yang ditempatkan di pos Menteri Pemuda dan Olah Raga, juga bukan the right man on the right place.

Wajah-wajah lama yang prestasinya biasa-biasa saja tapi masih tetap bercokol di kabinet adalah Kepala Staf Kantor Presiden Moeldoko dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Wajah lama Sri Mulyani Indrawati yang dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik sedunia juga terlanjur mendapat stigma negatif di dalam negeri sebagai menteri yang gemar menumpuk utang.

Wajah-wajah baru yang ditampilkan Jokowi di kabinet juga tidak terlalu kinclong prestasi dan rekam jejaknya.

Sebut saja Nadiem Anwar Makarim yang didapuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Secara umum perusahaan start up Gojek yang dipimpinnya sukses, tapi para mitra pengemudinya justru mengancam akan mendemo Nadiem karena gagal menyejahterakan mereka.

Begitu pun Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandiya yang perusahaan televisi yang dipimpinnya, Net TV, bangkrut.

Pemilihan Nadiem, Wishnu dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir diasumsikan publik hanya sebagai balas budi semasa kampanye Pemilihan Ptesiden (Pilpres) 2019.

Begitu pun pemilihan Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kental dengan aroma balas budi, bahkan sedikit "intimidasi".

Berdalih tidak setuju dengan pengangkatan Prabowo sebagai Menhan, Budi Arie "mengancam" akan membubarkan relawan Pro-Jokowi itu. Namun setelah dirinya diangkat menjadi wamen, Budi menyatakan Projo akan tetap ada.

Pun pengangkatan Angela, putri taipan media Hary Tanoesoedibjo sebagai Wamen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jerry Sambuaga, putra politisi Partai Golkar Theo Sambuaga sebagai Wamen Perdagangan, dan mantan Bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Wahyu Sakti Trenggono sebagai Wamenhan mendampingi Prabowo Subianto.

Kalau sudah begini, bisakah Kabinet Indonesia Maju diharapkan akan membawa kemajuan bagi Indonesia?

Saat mengumumkan nama-nama menteri kabinet barunya, Presiden Jokowi berpesan agar para pembantunya itu tidak melakukan korupsi.

Bila melihat sosok-sosok yang pernah diperiksa KPK tetap dipertahankan di kabinet, apakah harapan Jokowi itu akan terwujud? Biarlah waktu yang menjawab.

Dr Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan anggota DPR RI/Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini