News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

New Normal, Budaya Malu, dan Berita Nyesek Slavoj Žižek

Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengelola gerai berbenah dengan memperketat protokol pembatasan jumlah pengunjung dalam satu gerai jelang pemberlakuan new normal, di Tunjungan Plaza, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/5/2020). Selain menerapkan aturan one way system untuk menghindari pengunjung saling berpapasan satu sama lain, Tunjungan Plaza juga membatasi banyaknya pengunjung di gerai sesuai luas gerai dan pembatasan keluar masuk pengunjung di setiap gerai.

Depresi tidak menyelesaikan masalah, apalagi menganggapnya hanya mimpi buruk yang berakhir saat kita buang.

If you are chronically down, it is a lifelong fight to keep from sinking, ujar Elizabeth Lee Wurtzel.

Penulis Amerika ini sangat paham apa artinya depresi karena mengalaminya sendiri. Meski begitu, dia bertempur agar tidak hancur dan gugur.

Kelima, acceptance. Inilah langkah terakhir saat kita tidak lagi mampu berpikir.

Saat seorang yang dikejar musuh terdesak ke tembok tebal dan tinggi, tindakan rasional adalah melawan habis-habisan atau menyerah dengan harapan diberi pengampunan.

Bukankah saat ini ungkapan berdamai dengan korona makin sering kita dengar?

Inilah tatanan baru yang terus-menerus didengungkan pemerintah.

Untuk apa? Paling tidak ada dua alasan, yaitu agar kita terbiasa dan akhirnya melakukannya.

Kalau Nggak Bisa Mikir Jangan Nyinyir

Pernah dengar kalimat ini?

Ungkapan itu kalau dipikir-pikir, juga merupakan ketidakmampuan kita untuk ikut dalam barisan pemecah masalah dan justru menambah beban yang di atas.

Siapa yang di atas? Bisa pemerintah sampai Tuhan.

Bukankah ada yang menyalahkan Sang Pencipta dengan ungkapan: Mengapa Tuhan membiarkan virus mematikan ini merajalela?

Di satu sisi, tiba-tiba saja dunia dipenuhi para pakar yang semua merasa paling pintar memberikan pencerahan.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini