Di masa pandemi saat ini akan lebih baik dan bijaksana jika nonton barengnya diarahkan ke virtual zoom atau googlemeet dan lain-lain.
Juga masih terbuka lebar menyampaikan sambutan-sambutan dan kritik sekalipun ke pemerintah tapi bukan dengan mengumpulkan massa yang rawan melanggar protokol kesehatan dan akan merugikan masyarakat karena terinfeksi korona.
Jika pelarangan menonton film G30S/PKI dilarang pemerintah, maka saya pun akan menentangnya karena itu wujud kebebasan warga yang dijamin konstitusi, terlepas dari materi film tersebut objektif atau tidak karena kategori film dokumenter sejarah.
Apabila sejarahnya salah, silakan buat film versi masing-masing biar masyarakat semakin kaya dengan pilihan dan menilai sejarah mana yang akan diikutinya.
Bagi saya, KAMI sebagai kekuatan kelompok pengkritik pemerintah dapat tetap tumbuh, berkembang dan berkualitas.
Mencerahkan rakyat dengan pikiran-piiran genuine, objektif dan solutif akan diperhitungkan masyarakat sebagai rujukan penting dalam perumusan kebijakan-kebijakan di masa mendatang tak terkecuali bagi pemegang tampuk kekuasaan di pemerintahan.
Tanpa nilai itu, KAMI tak lebih dari kumpulan arisan, bergilir menerima kesempatan berbicara di depan media dan hilang begitu saja.
Merawat Kohesi Sosial
Belakangan ini, terasa ikatan sosial kian renggang antar sesama warga negara dan anak bangsa. Bermula dari pemilihan calon Gubernur Jakarta antara Ahok vs Anies serasa pertandingan politik belum usai hingga saat ini karena kesamaan isu, kelompok dan pola pergerakannya.
Walau saya juga tidak menampik kelompok tertentu ada yang sengaja merawat ketegangan itu mungkin karena merasa diuntungkan.
Hal itu diperparah karena diubah menjadi ketegangan struktural kekuasaan. Hubungan istana dan Gambir selalu dimunculkan dalam kesan bertentangan dan tegang: saling sindir dan saling menihilkan.
Sementara aktor utamanya biasa-biasa saja, baik dalam hubungan struktur kedinasan maupun personal. Yang “keblinger” adalah masing-masing pendukung atau merasa mendukung keduanya.
Beberapa hari lalu, Anies ramai-ramai dibully” karena kembali menerapkan PSBB sampai saat ini karena dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi yang mulai berputar.
Oknum menteri seolah tampil sebagai pahlawan membela Presiden Jokowi dan menentang kebijakan Anies atas pembatasan pergerakan fisik di Jakarta.