Yang dapat membantunya jika terjadi masalah hanya bertumpu pada kekuatan sendiri dengan kepedulian para anggotanya.
Masihkah para anggota Bumiputera peduli dengan Bumiputera? atau, apakah pemerintah akan peduli dengan Bumiputera?
Baca juga: Kejari Jaksel Limpahkan Berkas Perkara Tahap II Kasus Penipuan PT AJB Bumiputera
Pertama, titik lemah Bumiputera adalah tidak adanya aturan secara jelas mengatur tentang proses bisnis Bumiputera.
Hanya berdasarkan anggaran dasarnya yang sejak 1912 baru dapat diubah pada tahun 2011 dengan berbagai pertimbangan.
Mengapa demikian karena pengurus Bumiputera tidak pernah berpikir bahwa jika suatu waktu perusahaan ini mendapatkan masalah maka apa yang mesti kita lakukan.
UU no 29 tahun 1999 tentang asuransi yang pernah digugat sehingga mahkamah Konstitusi memerintahkan kepada pemerintah pada 2013 untuk membuat Undang-undang khusus jangka waktu 2,6 tahun, namun sampai pada pergantian Undang-undang asuransi no 40 tahun 2014, Bumiputera hanya dijanjikan Peraturan Pemerintah, bukan Undang-undang seperti perintah Mahkamah Konstitusi.
Kedua, bahwa proses bisnisnya sangat rentan dengan risiko, bahwa menempatkan saham, investasi serta deposito tidak memerlukan proses yang baik.
Sehingga proses ini banyak menghasilkan tingkat kerugian yang luar biasa, karena tidak adanya proses yang baik sehingga banyak investasi Bumiputera yang mengalami kerugian bahkan investasinya hilang begitu saja tanpa ada kejelasan.
Contoh kasus optima asset manajemen dan kasus sugih energy.
Baca juga: AJB Bumiputera Kesulitan Keuangan, Jual Aset Hotel dan Tanah untuk Bayar Klaim Nasabah
Jika dihitung dengan dengan hasil investasinya maka Bumiputera mengalami kerugian hampir Rp 4 Triliun ditambah lagi dari pembelian asset yang terkadang tidak dilakukan dengan prudent. Sehingga asset tidak menjadi optimal.
Ketiga, bahwa Bumiputera lambat mengikuti perkembangan dengan bisnis asuransi lainnya.
Padahal Bumiputera pernah menjadi asuransi terbesar, menguasai pangsa pasar asuransi hingga 20 persen, namun tidak dibarengi dengan tranformasi bisnis yang lebih baik sehingga proses pengelolaan bisnis menjadi tidak maksimal.
Ditambah lagi kelompok kepentingan internal yang sangat berpengaruh bahwa sampai urusan-urusan yang menyangkut sumber daya manusia menjadi tidak lagi mengikuti kaidah-kaidah profesionalisme sehingga menghasilkan SDM yang hanya ABS, asal bapak senang.
Keempat, pembiaran yang dilakukan oleh pengawas keuangan sejak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbentuk, semakin menambah carut marut Bumiputera.