Tentu saja, sukun goreng itu tidak saja mencairkan suasana, tetapi oleh Doni dijadikan pintu masuk ketika berbicara mengenai mitigasi berbasis vegetasi. Yakni menanam pohon yang memiliki nilai ekologis dan nilai ekonomis.
Karenanya, Maman sangat senang ketika Doni berkenan mampir ke Pondok Pesantren yang ia asuh.
Maman pun “memamerkan” penghijauan yang sudah ia lakukan sejak tahun 2000, bersamaan berdirinya Pondok Pesantren Al Mizan.
Doni terkesan dengan pohon beringin tinggi yang ada di depan halaman rumah Maman. Doni bahkan menyebutkan, itu termasuk jenis beringin langka.
Karenanya, ia meminta kesediaan Maman berbagi biji buah pohon beringin, untuk ia semaikan menjadi bibit-bibit unggul.
Setelah bertunas dan memiliki ketinggian 1,5 meter, ia akan membagikan bibit-bibit beringin tinggi itu ke berbagai daerah di Indonesia.
Hal lain membuat Doni terkesan adalah banyaknya pohon trembesi di lingkungan pondok pesantren seluas 15 hektare itu.
Pohon yang satu ini sangat membekas di hati Doni.
Lewat trembesi pula ia memulai langkah penghijauan ketika menjabat Danbrigif Para Rider III/Tri Budi Sakti Kariango pada tahun 2008.
Pohon ia sebut ‘die hard’, selain tahan dan bisa hidup di segala medan, juga bermanfaat menyerap polusi serta menghasilkan oksigen berlimpah.
Sambil berjalan di area pesantren Doni mendapat penjelasan, ihwal arti Al-Mizan sebagai “timbangan”.
Bagi Doni, timbangan bermakna keadilan dan keseimbangan. “Jadi cocok dengan yang sering saya kampanyekan.
Bahwa kita selaku umat muslim, tidak melulu hanya menjaga hubungan baik dengan Allah (hablum minallah), tetapi juga harus menjaga hubungan dengan sesame (hablum minannas), dan memelihara alam (hablum minal alam).
Syahdan, di hadapan para santri, Doni kembali tak henti menyerukan pentingnya mitigasi bencana.
Dalam kesempatan tadi, ia juga melakukan sosialisasi ihwal Covid-19, dan larangan mudik. Insya Allah, para santri mendengar dengan takzim serta menikmati “kecerewetan” Doni Monardo. (*)
Tim Komlik Satgas Covid 19