TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Provinsi Gorontalo mempersoalkan metode kritik BEM UI beberapa waktu lalu terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, BEM Provinsi Gorontalo menilai kritik berupa poster bertuliskan Jokowi The King of Lip Service yang dibuat oleh BEM UI telah melecehkan Presiden yang merupakan simbol dan martabat negara.
Presiden BEM Universitas Ichsan (Unisan) Gorontalo, Zakaria menyampaikan bahwa organisasi mahasiswa wajib memberikan kritik dan masukan kepada Pemerintah demi perbaikan ke depan.
Namun, lanjut Zakaria, kritik harus dilakukan pada hal yang subtansial, dan bukan bertujuan untuk mempermalukan atau menghina, apalagi ditujukan kepada seorang Kepala Negara.
Pernyataan ini disampaikannya dalam Konferensi Pers pada Senin (5/7/2021).
"Menurut kami, kritik yang dilakukan BEM UI terkesan sangat subjektif dan merendahkan marwah Presiden. BEM UI hanya melihat dari kacamata mereka saja dan tidak mewakili suara dari mahasiswa di daerah-daerah lainnya," kata Zakaria.
Baca juga: BEM UI Bantah Akan Gelar Aksi Unjuk Rasa Besar-besaran pada 5 Juli Nanti
Dalam pengantarnya, BEM Provinsi Gorontalo menjelaskan bahwa Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan lumpuhnya aktivitas berbagai sektor negara dan masyarakat, baik kesehatan, ekonomi, maupun pendidikan.
Hal ini sangat berdampak buruk bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Sebagai mahasiswa yang kritis, tanggung jawab etis dan moril harus kita perlihatkan untuk mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Persoalan pandemi ini seharusnya menggoda kita untuk terlibat membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang ada," ujarnya.
Kata dia, Gerakan Mahasiswa harus dikembalikan marwahnya, agar mendapat empati masyarakat.
Negara Indonesia dengan sistem demokrasi telah memberi ruang seluas-luasnya untuk melayangkan kritik atau menyampaikan pendapat, namun tetap diatur dengan kaidah sopan santun.
"Menurut BEM Se-Gorontalo, sebagai sebuah negara, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi, menegakkan, dan memenuhi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Namun tetap ada batasan-batasan agar kritik yang dilakukan konstruktif dan bertujuan untuk membangun, bukan justru sebaliknya yakni untuk menjatuhkan," tegasnya.
Adapun beberapa poin pernyataan BEM Se-Provinsi Gorontalo antara lain:
Pertama, mengecam kritikan BEM UI berupa poster bertuliskan Jokowi The King of Lip Service yang telah merendahkan dan menghina Kepala Negara.
Kedua, menyatakan bahwa kritik subjektif yang dilakukan oleh BEM UI tidak mewakili seluruh mahasiswa Indonesia secara khusus mahasiswa Gorontalo.
Ketiga, mengajak semua mahasiswa Gorontalo dan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk tidak terprovokasi dengan kritik yang terkesan subjektif.
Keempat, menduga kritik subjektif yang muncul saat ini sebagai upaya pengalihan isu dari beberapa kasus dan persoalan lainnya seperti pemotongan masa hukuman mantan jaksa Pinangki, dan kasus-kasus hukum lainnya di Indonesia.
Kelima, mengajak mahasiswa Gorontalo dan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk saat ini fokus membantu Pemerintah dan masyarakat dalam percepatan penanganan Covid-19 yang telah menelan banyak korban jiwa.
Tanggapan Jokowi Sebelumnya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapannya terkait dengan unggahan BEM Univeristas Indonesia (UI) di media sosial yang menyebut bahwa dirinya merupakan The King Of Lip Service.
Unggahan BEM UI menimbulkan pro dan kontra dalam beberapa hari terakhir.
Jokowi menanggapi soal itu saat ditanya pers di Istana Kepresidenan RI Jakarta, Selasa (29/6/2021).
Saat memberikan tanggapan, Jokowi terlihat sesekali tersenyum.
Tak ada ekspresi kemarahan di wajah Jokowi.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Tata Krama dan Sopan-santun: Disebut The King of Lip Service oleh BEM UI
Berikut penjelasan lengkap Jokowi dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden:
"Ya itu kan sudah sejak lama ya.
Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer.
Ada juga yang bilang saya planga plongo.
Ganti lagi ada yang bilang saya otoriter,
Ada juga yang ngomong saya ini bebek lumpuh.
Dan baru-baru ini ada yag bilang saya bapak bipang.
Dan terakhir ada yang menyampaikan saya The King of Lip Servis.
Saa kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi
jadi kritik boleh-boleh saja.
Dan universitas tidak perlu halangi mahasiswa berekspresi
Tapi ingat kita ini memiliki budaya tata krama.
Kita memilik budaya kesopan santunan
Saya kira biasa saja (kiritik). Mungkin mereka (mahasiswa) sedang belajar mengekspresikan pendapat.
Tapi yang tepenting saat ini kita semua bersama-sama semuanya fokus penanganan pandemi Covid-19".