TRIBUNNEWS.COM, - Pemberitaan kasus KDRT yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Ny. Valencya, seorang Ibu Rumah Tangga di Pengadilan Negeri Karawang, menjadi viral karena Terdakwa Ny. Valencya melalui medsos memviralkan perlakuakn tidak adil oleh JPU yang mengajukan tuntutan pidana penjara 1 tahun, hanya karena Ny. Valencya (istri) memarahi Chan Yu Ching (suami), karena suka mabuk dan judi.
Ratapan Ny. Valencya melalui Medsos soal perlakuan tidak adil yang dialami selama penyidikan, penuntutan dan sidang di Pengadilan Negeri Karawang, membuka tabir bahwa Penyidik dan Jaksa diduga bekerja di bawah kendali Pengadu Chan Yu Ching, mantan suami Ny. Valencya dengan mengubah posisi Ny. Valencya yang merupakan korban KDRT menjadi pelaku KDRT secara psikis.
Lolosnya kasus KDRT Ny. Valencya hingga masuk persidangan, memperlihatkan betapa Penyidik dan Organ Wasidik dan JPU beserta Organ Pra-Penuntutan di Kejaksaan tidak berjalan sesuai fungsinya.
Organ Kejaksaan hanya percaya BAP abal-abal sebagai dasar menyusun Surat Dakwaan, untuk mengeco Hakim dan publik seakan-akan sebuah peristiwa pidana KDRT benar-benar telah terjadi dan Ny. Valencya sebagai pelakunya.
PENGADUAN PALSU CHAN YU CHING.
Padahal yang terjadi sebenarnya adalah pelanggaran HAM oleh Chan Yu Ching, Penyidik dan JPU dimana kasus KDRT yang didakwakan kepada Ny. Valencya, berawal dari sebuah cerita fiksi, bualan Chan Yu Ching, yang kemudian oleh Penyidik dikonstruksikan sebagai KDRT dan dikemas oleh JPU dalam Surat Dakwaan, seolah-olah sebuah peristiwa pidana KDRT benar-benar terjadi.
Karena itu sangat tepat penilaian Pimpinan Kejaksaan Agung bahwa dalam kasus KDRT ini, anak buahnya tidak memiliki "sence of crisis" dan dinonaktifkan serta instrumen/organ Prapenuntutan tidak berfungsi hingga perkara KDRT yang abal-abal ini lolos ke persidangan, menjadi viral dan mencoreng wajah hukum kita.
Publik dan Ny. Valencya berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kerawang membuat terang semua hal yang terjadi di lorong-lorong gelap sejak Penyidikan hingga Penuntutan Kejaksaan. Juga melalui Medsos dan sikap arif Majelis Hakim, diharapkan dapat membongkar tipu muslihat JPU dalam mengkonstruksi Dakwaan dan Tuntutan yang bersumber dari BAP abal-abal dan direkayasa.
MEDSOS JALAN MENUJU KEADILAN.
Melalui dukungan publik dan Media Sosial (Medsos) serta kearifan Majelis Hakim, Ny. Valencya berharap segera memperoleh keadilan melalui putusan bebas murni dari Majelis Hakim.
Kasus ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi semua elemen yang diberi tanggung jawab memberi perlindungan bagi korban KDRT untuk menegakan harkat dab martabat kemanusiaan dan HAM.
Kasus Ny. Valencya bisa menjadi bukti bahwa kita semua lalai, Keluarga lalai; Masyarakat lalai; Polisi lalai; Jaksa lalai; dan Majelis Hakim kita lihat dulu apa putusannya nanti sebelum memberi penilaian terkait tangung jawab Hakim dalam perlindungan bagi korban KDRT.
Sebagai konsekuensinya, adalah kita semua harus ikut bertangung jawab membebaskan Ny. Falencya dari jeratan ketidakadilan ini.
Kita patut mengapresiasi reaksi cepat dan responsif dari Pimpinan Kejaksaan Agung dan Polri (Kapolda Jabar), karena telah melakukan pemeriksaan terhadap semua yang terlibat (Penyidik dan JPU) dengan menonaktifkan mereka dari jabatannya masing-masing.
Namun demikian penonaktifan saja tidak cukup, karena itu terhadap mereka harus dimintai pertanggungjawaban pidana karena menggunakan informasi palsu untuk menghukum Ny. Valencya.
(PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & ADVOKAT PERADI).