Profil dan Karomah Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli, Pengarang Dalailul Khairat
oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA*
TRIBUNNEWS.COM - Beliau bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Sulaiman bin Abu Bakar al-Jazuli, atau lebih akrab disebut sebagai Imam Jazuli atau Syeikh Jazuli. Ia lahir di kota Sus tahun 807 Hijriyah dan wafat tahun 870 Hijriyah, dalam usia 63 tahun. Kampung halaman beliau bernama Jazulah (ada yang menyebutnya: Juzulah dan Kazulah), Maghribi (Maroko).
Ada banyak gelar kehormatan yang disandangnya, seperti as-Syarif al-Hasani, yang berarti beliau adalah keturunan Nabi saw dari jalur nasab Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai Syeikhul Islam 'Ilmul A'lam al-'Alim al-'Amil as-Syeikh al-Kamil al-'Arif billah al-Washil Shahibul Karomat.
Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli adalah ilmuan yang tekun belajar, banyak menghafal karya-karya Ibnu al-Hajib atau Abu Amr Usman bin Umar bin Abu Bakar bin Yunus ad-Duwaini al-Asnani, seorang ahli fikih mazhab Maliki, ahli usul fiqh, juga ilmu nahwu dan qira'ah (570-646 H). Selain itu, Syeikh al-Jazuli juga menghafal kitab “al-Mudawwanah” yang berisi tentang fikih mazhab Maliki.
Namun, Ibnu Sulaiman al-Jazuli ini juga banyak belajar dari para imam lain, baik dari disiplin ilmu-ilmu lahiriah maupun ilmu-ilmu batin. Sehingga tidak heran bila murid-murid beliau adalah tokoh-tokoh besar, seperti Ahmad Zarruq, Ahmad bin Umar al-Haritis, Abdul Aziz at-Tubba', dan Abu Abdullah as-Shaghir as-Suhaili. Ketiga murid al-Jazuli ini kemudian melahirkan tokoh besar lain, seperti Al-'Arifbillah al-Quthb Abu Abdillah Muhammad bin Isa al-Miknasi (w. 933 H).
Dalam hal pendidikan, pada mulanya, Syeikh al-Jazuli ini belajar di kampung halamannya, kemudian merantau ke kota Fes, mempelajari ilmu-ilmu syariat, seperti tafsi al-Quran, Hadits, Fikih dan Ushul Fikih. Di Kota Fes inilah, Syeikh al-Jazuli mulai menghafalkan kitab-kitab Ushul Fikih dan Kanon-kanon mazhab Malikiyah. Namun, Syeikh al-Jazuli suka melakukan pengembaraan dalam mencari ilmu.
Beliau menghabiskan waktu 40 tahun kemudian untuk merantau ke kota-kota suci, seperti Makkah al-Mukarromah, Madinah al-Munawwarah, dan al-Quds Palestina. Baru setelah menuntanskan masa pengembaraannya ini, beliau kembali lagi ke kota Fes, dan di sanalah menyelesaikan penulisan kitab Dalailul Khairat.
Ibnu Sulaiman al-Jazuli ini melahirkan banyak karya, selain Dalailul Khairat yang terkenal, juga ada Hizbul Falah dan Hizbul Jazuli. Manuskrip Dalailul Khairat ini memiliki banyak versi, karena jalur-jalur periwayatan yang berbeda-beda. Namun, riwayat yang paling mu'tabar (valid) adalah manuskrip versi Abu Abdullah as-Shaghir as-Suhaili, salah satu murid terkenalnya.
Mengingat Syeikh Ibnu Sulaimin al-Jazuli ini adalah tokoh besar, tentu memiliki ribuan murid, bahkan ada yang menyebutnya sampai mencapai angka 12.000 santri. Para pengikutnya di kemudian hari dikenal dengan sebutan "Jazuliyah" atau pengikut Sulaiman al-Jazuli. Dalam bidang tasawuf, komunitas Jazuliyah ini mengikut aliran tarekat Syadziliyah.
Syeikh Imam al-Jazuli sendiri memang pengikut aliran tarekat Syadziliyah, karena beliau adalah murid dari Syeikh Abu Abdullah Muhammad bin Abu Ja'far Ishaq bin Muhammad Amghar, seorang syeikh besar dari kalangan Bani Amghar. Kata Amghar ini berarti sebuah kota besar. Namun, di sini dimaksudkan sebagai Al-Ab al-Akbar, "Ayah Agung," sebuah gelar kehormatan bagi seorang yang telah mencapai tingkat kebatinan luar biasa tingginya.
Di kemudian hari, bagi para pengikutnya, Syeikh Imam al-Jazuli juga diberi gelar "Amghar as-Shaghir", karena dinilai sebagai penerus gurunya yang bergelar "Amghar al-Kabir".
Setelah cukup belajar secara teoritis tentang tarekat Syadziliyah, Syeikh al-Jazuli ini pun menjalani masa-masa pengasingan diri atau 'Uzlah. Masa yang dihabiskan untuk 'Uzlah ini selama 10 tahun. Selesai masa Uzlah, ia pun keluar menuju Safi, sebuah kota yang terletak di sebelah barat Maroko. Di kota Safi inilah, Syeikh al-Jazuli mulai mengajar dan menyebarkan pengetahuannya.
Dari sekian banyak murid, ada yang mengarang profil lengkap beliau, seperti Syeikh Muhammad al-Mahdi bin Ahmad bin Ali al-Fasi dengan kitabnya yang berjudul "Mamta' al-Asma' fi al-Ta'rif bis Syeikh al-Jazuli". Profil Sulaiman al-Jazuli ini juga direkam dalam kitab "Syajarah al-Nur al-Zakiyah fi Tabaqat al-Malikiyah" karangan Muhammad Makhluf, serta kitab "Dzail Wafiyat al-A'yan" karangan Abul Abbas Ahmad bin Muhammad al-Miknasi (960-1025 H).
Namun, saking banyaknya jumlah pengikut, hal itu menimbulkan kecemburuan dan iri hati penguasa kota Safi. Ketika kesempatan datang, penguasa kota Safi ini pun meracuni Syeikh Al-Jazuli sampai menyebabkan kematian beliau.
Konflik politik antara komunitas Jazuliyah (pengikut Syeikh al-Jazuli) dengan para penguasa tiran tidak berhenti. Dalam sebuah riwayat, Amr bin Sulaiman as-Sayyaf mengeluarkan salah satu bagian tubuh dari Syeikh Al-Jazuli, kemudian memasukkannya ke dalam peti dan menempatkannya di garda terdepan tentaranya setiap kali melakukan peperangan.
Pendapat lain mengatakan bahwa jenazah Syeikh al-Jazuli tidak dimakamkan, melainkan dikafani kemudian dimasukkan ke dalam peti, dan peti tersebut dijadikan pemimpin dalam setiap pertempuran. Hal itu berlangsung selama 20 tahun kemudian.
Kisah tentang karomah Syeikh Imam al-Jazuli ini selalu berhubungan dengan militer. Contoh lainnya, ketika jenazah Syeikh al-Jazuli mau dimakamkan, wilayah yang dipilih bernama Apogal. Kebetulan wilayah Apogal ini adalah benteng pertahanan Daulah as-Sa’diyah dalam menghadapi invasi kolonial Portugal.
Dengan menempatkan makam Syeikh al-Jazuli di dekat benteng pertahanan, maka para pemimpin Daulah as-Sa’diyah berharap mendapatkan berkah kemenangan. Di kemudian hari, setelah 77 tahun berlalu, jenazah Syeikh al-Jazuli dipindah ke Marakes, dalam keadaan masih utuh, atas perintah al-Amir Abdullah al-Qaim, salah satu pendiri Daulah Sa'diyah. Wallahu a’lam bis shawab.
Daftar Pustaka
Ahmad bin Khalid an-Nashiri, al-Istiqsha li Akhbar Duwal al-Maghrib al-Aqsha, (Beirut: Dar al-Kutub, 2017).
Ahmad bin Muhammad al-Miknasi, Dzail Wafiyat al-A’yan al-Musamma Durratul Hijal fi Asma’ al-Rijal, (Kairo: Maktabah Dar al-Turats, 1971).
Khariduddin bin Mahmud bin Muhammad bin Ali bin Fes al-Zirkali ad-Damsyiqi, Al-A’lam Qamus Tarajim, (Beirut: Dar al-Ilm Lilmalayin, 2002).
Muhammad bin Muhammad bin Umar Qasim Makhluk, Syajratun Nur al-Zakiyah fi Thabaqat al-Malikiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2003).
Muhammad al-Mahdi bin Ahmad Fasi, Mamta’ al-Asma’ fi Dzikri al-Jazuli wa al-Tubba’ wa ma Lahuma mi a-Atba’, (Maroko: al-Mathba’ah al-Jadidah, 1896)
Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.