Oleh Wina Armada Sukradi, analis sepakbola
KESEBELASAN Timnas Indonesia kembali bakal berlaga di final AFF 2020 melawan kesebelasan Timnas Thailand.
Pertarungan dilakukan dalam format dua lag tanpa melihat nilai gol tandang atau kadang, melainkan hanya berdasarkan selisih gol murni.
Pertandingan akan dihelat tanggal 29/12 dan 1 Januari depan.
Bagaimana peluang Indonesia yang dijuluki spesialisasi runner up AFF?
Baca juga: Komentar Shin Tae-yong Seusai Analisis Langsung Kekuatan Thailand yang Sukses Bekuk Vietnam
Kendati jelas akan menghadapi pertarungan hidup-mati yang sangat berat, tetapi peluang Indonesia untuk pertama kalinya meraih juara AFF tetap terbuka lebar.
Peluang itu dapat dicapai hanya apabila Indonesia memenuhi enam syarat yang diperlukan.
Berikut enam syarat dimaksud agar Indonesia menang atas Thailand dan menjadi juara Piala AFF 2020.
Baca juga: 4 Modal Timnas Indonesia Jadi Juara Piala AFF 2020, Pelatih Thailand Benci 2 Hal dari Skuad Garuda
Baca juga: Shin Tae-yong Ancam Asnawi Tak Bisa Perkuat Timnas Jika Insiden Thank You ke Faris Ramli Terulang
1. Stamina Harus Prima
Bertanding enam kali dalam suasana kompetitif menuju final, pastilah melelahkan, baik bagi Indonesia maupun Thailand. Kesebelasan yang berhasil recovery lebih cepat yang bakal unggul.
Para pakar kesehatan olah raga sudah menyimpulkan, betapapun hebatnya seorang atlit, manakala staminanya anjlok, otomatis berkorelasi pada penurunan skill dan visi atlit.
Maka penting untuk menjaga stamina.
Setelah dilatih Shin Tae young, kesebelasan Indonesia sudah mulai memiliki power (kekuatan), endurence (daya tahan) dan body balance (keseimbangan tubuh) yang baik, sehingga secara fisik sudah memadai untuk tarung.
Tetapi gaya bertanding Indonesia yang menerapkan gaya bermain gegenpresing sejak awal pertandingan sampai akhir, dari barisan belakang sampai lini depan, menguras lebih banyak tenaga.
Padahal pemain dituntut bugar sepenuhnya. Tanpa kebugaran sulit Indonesia untuk mengatasi Thailand.
Dalam hal ini Indonesia punya tiga keuntungan dibanding Thailand . Pertama, Indoensia memiliki waktu istirahat sehari lebih lama, dan kedua Shin Tae young sudah membiasakan para pemain bertanding dua kali dengan kesebelasan yang sama dalam bilangan hari.
Lantas ketiga, rata-rata pemain Indonesia masih sangat muda dan energik.
Baca juga: Gaya Main Asnawi Cs Tak Disukai Thailand, Timnas Indonesia Bisa Bikin Gajah Perang Keteteran
2. Memperbaiki finishing touch
Statistik memang menunjukkan Indonesia merupakan kesebelasan yang paling produktif dengan 18 gol. Namun fakta ini tidak menafikan Indonesia masih kurang dalam finishing touch atau penyelesaian akhir.
Data menunjukan dari 115 tembakan Indonesia yang on target atau tepat sasaran, hanya 39. Berarti cuma kurang lebih 40%.
Sedangkan dari jumlah tepat sasaran itu, hanya menghasilkan 18 gol, atau 50%.
Melihat peluang-peluang yang ada, seandainya saja penyelesaian akhir tim Indonesia baik, kemungkinan pundi-pundi gol yang tercipta jauh di atas 18.
Untuk menang memghadapi Thailand, Indonesia harus mempertajam penyelesaian akhir.
Melihat komposisi gol-gol yang diciptakan Indonesia datang dari pemain secara relatif merata, perbaikan penyelesaian akhit menjadi sesuatu yang sangat mungkin.
Baca juga: Indonesia Vs Thailand, Ucapan Shin Tae-yong Terbukti, Tim Tersubur Vs Tim Paling Sedikit Kebobolan
3. Melawan Strategi Pragmatis
Baca juga: Wasit yang Bentak Shin Tae-yong Angkat Kaki dari Piala AFF 2020 Seusai Buat Kontroversi
Banyak yang menilai strategi Shin Tae young mirip pelatih Jose Mourinho. Pelatih asal Portugal itu terkenal menerapkan strategi pragmatis.
Shin Tae young sama sekali tidak (seperti itu) Peracik asal Korea Selatan ini justru menerapkan strategi yang ruwet.
Kadang menampilkan sepak bola “art” (seni) ala Brazil, tetapi tak jarang juga sangat text book dan lugas.
Polanya dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan di lapangan. Variasi irama juga sangat beragam. Semua pemain memiliki kesempatan mencetak gol.
Serangan dapat di bangun dari sayap kiri, sayap kanan, depan gawang atau dari tengah. Bahkan juga dari lemparan bola keluar sekalipun.
Walhasil, lawan sulit menebak gaya permainan Indonesia. Tepat jika disebut strategi Shin Tae young seperti bunglon.
Sebaliknya justru Thailand yang memakai sistem sepak bola pragmatis.
Mereka maunya menerapkan sepak bola efektif. Dua sampai empat kali sentuhan, sudah langsung mengarah ke gawang lawan.
Mereka mengandalkan umpan-umpan terobosan di daerah pertahan lawan.
Di sinilah Indonesia harus dapat mengatasi gaya permainan pramagtis dari pelatih Thailand, Alexandre Polking.
Jika Shin Tae young sudah menemukan resepnya, peluang Indonesia terbuka lebar.
4. Mewaspadai Set Piece
Masih lemahnya pertahanan Indonesia menghadapi set piece , atau bola mati, terlihat jelas ketika terakhir menghadapi Singapura. Dua gol Singapura tercipta melalui skema ini.
Jadi, tak ada pilihan lain, perlu ada revisi di pertahanan Indonesia dalam menghadapi set piece.
Tanpa ada perbaikan yang berarti, gawang Indonesia terancam kebobolan dari tendangan bebas bola mati.
5. Pengendalian emosi
Ingat, Indonesia belum pernah juara AFF. Mungkin buat pemain muda, situasi ini dapat menjadi tekanan mental yang terselubung.
Keinginan untuk pertama kalinya menciptakan sejarah, dapat membuat para pemain dalam tensi tinggi dan “demam panggung.”
Boleh jadi Thailand bakal memancing emosi pemain Indonesia agar melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Gaya bermain keras ala “musik metal,” Indonesia, jika tidak dikendalikan bakal jadi bumerang. Sebaliknya kalau pemain Indonesia tetap tenang, fokus dan terus mengendalikan diri, peluang menang terbuka lebar.
6. Kelancaran Transisi Menyerang ke Bertahan
Pemain bertahan Indonesia sebagian besar bertipe menyerang. Pratama Arhan, Elkan Baggot, Asnawi Mangkualam, dan lainnya, semua bertipe menyerang.
Mereka membantu penyerangan dan bahkan ikut bersumbangsih menciptakan gol.
Tentu ini sangat baik. Tetapi jika tidak diikuti dengan transisi yang cepat dan terkoordinasi dari menyerang ke bertahan, akan membuka lobang di pertahanan Indonesia.
Misalnya lawan dapat memanfaatkan celah itu melalui seragan balik cepat.
Perbaikan transisi dari menyerang ke bertahan dengan cepat, lancar dan terkoordinasi akan lebih membuka peluang Indonesia menang. (*/)