News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pesantren Bukan Lembaga Pendidikan Pilihan Terakhir, Brandingnya Harus Dibentuk

Editor: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH. Imam Jazuli

Tentu, agar masyarakat mau menjadikan pesantren sebagai pilihan utama, perlu ada edukasi publik yang kita lakukan. Sudah pasti agar mereka langsung tertarik, perlu ada strategi, taktik, dan trik yang kreatif.

Dari pengalaman bertahun-tahun ini, kami menemukan banyak petunjuk bahwa masyarakat muslim saat ini, baik kota maupun desa dapat kita ajak untuk menjadikan pesantren sebagai pilihan prioritas asalkan kita mampu membangkitkan ketertarikannya lebih dulu.

Kedua, dengan mengadakan lebih awal dan itu ditempatkan di hotel, Bina Insan Mulia punya peluang lebih besar untuk mendapatkan calon-calon santri yang bagus (bibit unggul).

Kriteria bibit unggul di sini luas. Misalnya IQ-bagus, semangat belajarnya tinggi, akhlaknya bagus, ekonomi keluarganya bagus, cita-citanya kuat, kualitas akhlak orangtuanya bagus, kedudukan orangtuanya di masyarakat bagus, dan seterusnya.

Ibarat kita mau bikin kue, supaya hasilnya bagus pasti dibutuhkan bahan-bahan yang bagus. Selain itu dibutuhkan proses pengolahan yang bagus. Setelah jadi, perlu juga disajikan dengan cara-cara yang bagus.

Tidak semua alumni Al-Azhar Kairo itu hebat di masyarakat. Hebat dalam arti ilmu dan kedudukannya di masyarakat banyak menghasilkan manfaat bagi umat. Tapi kita tidak bisa mengelak juga bahwa tidak sedikit alumni Al-Azhar yang hebat. Kenapa? Salah satu jawabannya yang penting adalah karena Al-Azhar mendapatkan bibit unggul.

Orang yang berangkat ke Al-Azhar sekalipun ia tidak lahir dari keluarga kaya, tapi hampir dipastikan punya kemauan keras untuk belajar. Biasanya juga punya prestasi akademik yang bagus di sekolahnya. Atau, orangtuanya punya dukungan kuat dan punya kedudukan bagus di masyarakat. Dan seterusnya. Inilah contoh yang yang sederhana mengenai bibit unggul itu.

Jadi, dengan langkah itu, kita bisa mendapatkan kualifikasi santri yang lebih memenuhi syarat dalam mencari ilmu sebagaimana kitab Ta’lim Muta’alimin mengajarkan. Yaitu: punya kecerdasan yang bagus (dzaka’un), punya motivasi yang kuat (hirshun), punya perjuangan yang tinggi (ijitihadun), punya bekal materi-materi yang bagus (dirhamun), punya peradaban moral yang bagus (shuhbatu ustadzin), dan lebih siap untuk proses pencarian dalam waktu panjang (thuluz zaman).

Banyak masyarakat yang masih berpikir bahwa anaknya yang paling bermasalah itu dikirim ke pesantren, sementara anaknya yang paling pintar dikirim ke SMP 1, SMA 1. Pokoknya, pesantren itu alternatif terakhir. Pesantren masih dijadikan bengkel orang-orang yang sudah susah diatur.

Kalau melihat sejarah pesantren, memang kepercayaan masyarakat untuk mengirim anak-anaknya yang sudah susah itu patut dihargai. Masyarakat lebih percaya kepada pesantren ketimbang ke SMP atau SMA atau Tsanawiyah negeri.

Tetapi ada yang perlu dibatasi jangan sampai kepercayaan ini membuahkan keburukan bagi pesantren sehingga pesantren sulit mendapatkan kader yang bagus. Misalnya pesantren dijadikan tempat untuk orangtua yang tidak mau mengeluarkan biaya untuk pendidikan anaknya. Jika kebaikan seperti ini tidak dikelola dengan baik akhirnya menjadi masalah bagi pesantren.

Hemat saya, pesantren tetap menyediakan tempat atau layanan untuk keluarga yang tidak siap untuk mendidik anaknya, tetapi jangan hanya itu. Perlu ada layanan lain yang disajikan untuk orang-orang yang ingin maju.

Dengan pertumbuhan ekonomi umat Islam yang sudah mulai bagus, layanan pesantren harus ditingkatkan tidak saja untuk masyarakat yang susah tetapi juga untuk masyarakat yang mapan apalagi yang kaya. Tujuannya apa? Agar santri-santri lulusan pesantren bisa berkiprah banyak di masyarakat.

Sudah banyak saya lihat pesantren-pesantren yang membuka berbagai layanan. Misalnya di Lirboyo sudah ada SMA Unggulan. Begitu juga di Mojokerto. Begitu juga di Bojonegoro. Begitu juga di Padang. Dan seterusnya. Intinya, ini perlu disambut oleh pesantren dengan adanya perubahan di masyarkat.

Ketiga, dengan melakukan tes seleksi lebih awal dan itu di hotel maka kita mendapatkan tantangan untuk menunjukkan apa diferensiasi yang kita miliki yang perlu kita jelaskan ke publik. Kita punya dorongan yang besar untuk memberikan layanan yang lebih. Kita punya dorongan yang kuat untuk lebih maju. Kita punya motivasi yang tinggi untuk membuktikan apa keunggulan kita.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini