Saat kami masuk lebih dalam, tampak sederet sepeda tua kendaraan tukang pos zaman dahulu. Tidak jauh dari barisan sepeda tersebut, nampak diorama seorang tukang pos dikelilingi penduduk kampung.
Di ruang utama, terdapat fasilitas pendingin ruangan dan sirkulasi udara yang bekerja tanpa henti. Nampak banyak sekali rak dengan bingkai model tarik geser berisi prangko- rangko dari berbagai negara.
Dilihat dari fasilitas penunjangnya, kondisi museum ini jelas sedikit lebih baik dari gudang filateli. Akan tetapi jika dilihat dari kondisi koleksi museumnya, tentu saja tidak.
Nyaris semua prangko yang ditampilkan berada dalam kondisi tropis (berbintik kuning), tidak lengkap, dan beberapa bahkan jatuh dari tempatnya.
Bagian paling menyedihkan terletak pada contoh album prangko yang sangat tidak layak dan contoh koleksi pameran yang hanya merupakan hasil pemindaian (scan) dan pencetakan ualng dengan mesin cetak rumahan.
Saya kehabisan kata-kata. Pak Albertus hanya bisa menepuk bahu saya dan berkata, "Yang sabar atuh, lang..”
Kondisi seperti ini justru meningkatkan pesimisme alih-alih memupuk antusiasme publik untuk befilateli.
ewakili para filatelis, saya berharap jika dalam waktu dekat segala bentuk pembangunan bisa dilaksanakan dan diselesaikan agar program-program promosi filateli memiliki penopang kuat.
Bagi yang ingin berdiskusi filateli ada whatsapp group bagi Filatelis, email ke: filateli@jepang.com Subject: Filatelis, dengan nama lengkap alamat tanggal lahir dan nomor whatsapp, gratis.
*) Penulis adalah peraih medali Vermeil Tematik di Bangkok F.I.P 2013 dan Large Vermeil di Singapore fournation 2016. Sisanya ada beberapa medali pameran filateli dari tahun 2005 - 2012. Magister pendidikan bahasa Inggris, Universitas Lampung