News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Penjabat Kepala Daerah, Musibah atau Anugerah?

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Totok Sucahyo, mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya, dalam menjalankan tugas dan kewenangan pemerintahan daerah, Pj. Kepala Daerah tersebut akan memiliki kewenangan yang sama dengan kepala daerah definitif pilihan rakyat.

Skema penunjukan Pj. Kepala Daerah tersebut memancing reaksi negatif dari berbagai kalangan.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyorot tajam proses penentuan Pj. Kepala Daerah yang tidak diselenggarakan secara akuntabel dan demokratis.

Kedua organisasi tersebut beranggapan, proses penentuan Pj. Kepala Daerah tidak mencerminkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas keterbukaan, asas profesionalisme, dan asas akuntabilitas.

Proses penunjukan Pj. Kepala Daerah juga dinilai sarat dengan aroma konflik kepentingan. Tidak hanya dalam proses penunjukannya.

Kewenangan Pj. Kepala Daerah juga dinilai kelewat berlebihan oleh banyak pengamat.

Hal ini terlihat dari diberikannya kewenangan kepada Pj. Kepala Daerah untuk memberhentikan, mengangkat, memutasi, mengganti Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ tanggal 14 September 2022.

”Surat Edaran yang dikeluarkan Mendagri tersebut berpotensi disalahgunakan oleh pejabat yang sebenarnya tidak memiliki hak dan mandat dari rakyat, karena mereka dipilih oleh Mendagri.” Itu pendapat yang diungkap dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina, Khoirul Umam, seperti dilansir Tempo (16/09/2022).

Di sisi lain, tidak sedikit anggapan, skema Pj. Kepala Daerah justru memberikan dampak positif bagi masyarakat. Banyak peneliti mengungkapkan, pilkada di Indonesia sarat dengan praktik korupsi dan politik uang (Platzdasch, 2011; Mietzner, 2010).

Baca juga: Mendagri: Pj Kepala Daerah Punya Legitimasi Kuat Karena Ditunjuk Presiden

Sudah begitu, ditemukan banyak bukti empiris bahwa para kandidat kepala daerah kerap kali menggunakan kewenangan anggarannya untuk mendanai kampanye. Hal itu utamanya terjadi bila terdapat calon petahana (incumbent) pada pilkada tersebut (Mietzner, 2013; Permadi, 2021).

Dampak positifnya, Pj. Kepala Daerah yang ditunjuk merupakan birokrat aktif yang tidak terafiliasi dengan partai politik. Sehingga, pengangkatan Pj. Kepala Daerah sangat mungkin dapat meminimalkan potensi adanya penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan pilkada. Sesuai ketentuan, Pj. Gubernur akan diisi oleh ASN dengan pangkat minimal pimpinan tinggi madya atau setara eselon I, atau setara Jenderal Bintang Dua untuk TNI/Polri.

Sedangkan untuk Pj. Bupati atau Wali Kota akan diisi oleh ASN dengan pangkat pimpinan tinggi pratama atau setingkat eselon II, atau setara Jenderal Bintang Satu untuk TNI/Polri.

Hak Otonom Mengatur Pemerintahan

Dampak positif yang lain, pengangkatan Pj. Kepala Daerah juga dipercaya dapat menyederhanakan proses birokrasi dan memperlancar koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini