Oleh Indah Lestari dan Radhityana Muhammad
Analis Kebijakan Ekonomi Politik Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45)
TRIBUNNEWS.COM - Sumber daya manusia merupakan kunci pembangunan suatu negara. Indonesia sebagai negara yang tengah menuai bonus demografi harus secara bijak memanfaatkan momentum ini. Pasalnya, fase ini hanya dinikmati satu kali oleh sebuah negara dan dapat menjadi penentu kondisi perekonomian di masa depan. Keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi yang dimiliki Indonesia sejatinya dapat menjadi peluang untuk keluar dari dekapan Middle Income Trap demi mencapai tujuan sebagai negara maju pada 2045. Sementara itu, pengelolaan secara ceroboh dapat membawa pada bencana demografi berupa pengangguran masif dan ketika negara mulai masuk ke masa aging population. Sebut saja Afrika Selatan, studi oleh Oosthuizen (2015) mencatat kegagalan negara ini dalam pemanfaatan bonus demografinya salah satunya disebabkan oleh investasi pembangunan manusia dalam sektor pendidikan dan kesehatan yang kurang optimal.
Kita patut berbangga atas skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang masuk dalam kelompok negara dengan Tingkat Pembangunan Manusia Tinggi pada tahun 2021. Akan tetapi, belum waktunya bagi Indonesia untuk berpuas diri. Perolehan nilai Indonesia hanya terpaut sedikit dari kelompok negara dengan Tingkat Pembangunan Manusia Menengah. Oleh karena itu, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk urusan pembangunan manusia.
Pendidikan menjadi salah satu dimensi kunci dalam pengukuran IPM, terdiri dari Ratarata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah. Pekerjaan rumah untuk mencapai wajib belajar 12 tahun masih menanti. RLS Indonesia pada tahun 2021 masih tertahan pada angka 8,6 padahal Indonesia telah menunjukkan keseriusan pembangunan bidang pendidikan yang terefleksi dalam peningkatan anggaran pendidikan dalam sepuluh tahun terakhir. Nota Keuangan 2024 memperlihatkan peningkatan anggaran pendidikan sebanyak hampir dua kali lipat, dari Rp390,28 Triliun pada 2015 menjadi Rp660,8 Triliun pada 2024. Meskipun demikian, anggaran tampak belum mampu menjadi katalisator tunggal untuk mendongkrak tingkat pendidikan di Indonesia. Pasalnya, disparitas akses pendidikan menjadi salah satu batu sandungan yang besar bagi pendidikan Indonesia, sebagaimana dicatat dalam Visi Indonesia 2045 (Bappenas, 2019). Berkaca pada kondisi di atas, penting bagi Indonesia untuk segera menemukan formula pembangunan pendidikan yang pas.
Belajar dari Jawa Tengah
Pilihan kebijakan daerah pada sektor pendidikan, kesehatan, serta pembangunan perempuan dan anak mampu mengantarkan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) pada peningkatan IPM. Data menunjukkan tren positif peningkatan IPM Jateng, dari 66,64 pada tahun 2013 IPM menjadi 72,79 pada tahun 2022. Peningkatan IPM Jateng turut disertai peningkatan RLS, dari 6,74 tahun 2013 menjadi 7,93 tahun 2022 (Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2002 - 2023).
Prestasi provinsi Jateng dikukuhkan melalui posisi pertama dalam kategori perencanaan dan pencapaian pada Penghargaan Pembangunan Daerah 2023. Apresiasi juga datang dari Presiden Joko Widodo yang beberapa hari lalu melakukan kunjungan ke SMKN Jateng. Presiden memberikan pujian terhadap program pendidikan yang telah dijalankan oleh Pemerintah Daerah Jateng sejak tahun 2014 di tiga Kabupaten/Kota Semarang, Pati, dan Purbalingga. Program tersebut dipandang berhasil memberikan secercah harapan bagi mereka yang kurang mampu secara finansial untuk melanjutkan mimpi mengenyam pendidikan. Bagaimana tidak, SMKN Jateng menawarkan program sekolah gratis, termasuk biaya hidup maupun pendidikan hingga peserta didik lulus.
Tiga SMKN Jateng memiliki penjurusan beragam yang nampaknya sengaja dirancang menyesuaikan dengan kebutuhan industri strategis di Provinsi Jawa Tengah. Sebut saja, SMKN Jateng di kota Semarang memiliki lima jurusan yakni Teknik Konstruksi dan Perumahan, Teknik Permesinan, Teknik Elektronika Industri, Teknik Kendaraan Ringan Otomotif, dan Teknik Instalasi Tenaga Listrik. Sementara itu, SMKN Jateng di Kabupaten Pati berfokus pada jurusan Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian dan Teknik Bodi Otomotif. Terakhir, SMKN Jateng di Kabupaten Purbalingga berfokus pada Teknik Permesinan dan Teknik Pengelasan. SMKN Jateng secara apik turut merancang program pendidikan sembari belajar di negeri tetangga, yang terlihat melalui fasilitas pendidikan Bahasa Jepang bagi para siswa yang berminat.
Hingga saat ini, lebih dari 1.800 siswa tercatat sebagai lulus dari SMKN Jateng. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyatakan 70 persen lulusan SMKN Jateng berhasil melanjutkan langkahnya ke jenjang pendidikan lebih tinggi, baik di universitas dalam negeri maupun luar negeri dengan dukungan beasiswa. Tidak hanya kapasitas siswa, perbaikan sistem pendidikan di Jawa Tengah turut menjajaki kesejahteraan tenaga pendidik, di antaranya melalui pemberian Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) bagi guru honorer dan pemberian insentif pengajar agama. Langkah tersebut bersifat krusial mengingat peran penting tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar. Indonesia akan menghadapi masalah besar apabila di kemudian hari tidak ada lagi SDM kompeten yang berminat untuk menjadi tenaga pendidik. Skenario tersebut bukanlah suatu mustahil. Minat untuk menjadi guru di kalangan generasi muda kian tergerus sehubungan dengan rendahnya tingkat kesejahteraan yang dijanjikan oleh profesi ini. Bahkan, survei yang dilakukan NoLimit Indonesia tahun 2021 mencatat guru merupakan kelompok masyarakat yang paling
banyak terjerat kasus pinjaman online (pinjol).
Pendidikan Yang Cerdas
Pendidikan bertujuan menghasilkan tunas bangsa yang cerdas. Untuk itu, sistem pendidikan itu sendiri harus cerdas. Sebagaimana penggunaan istilah cerdas dalam konteks teknologi, sistem pendidikan cerdas diharapkan mampu menghasilkan generasi masa depan Indonesia yang tepat guna sesuai dengan kebutuhan strategis nasional. Kebijakan pendidikan di Jateng dapat menjadi referensi bagi penyusunan programprogram ataupun sistem pendidikan nasional Indonesia. Sementara itu, program serupa SMKN Jateng dapat menjadi alternatif solusi untuk menjawab persoalan ketepatan sasaran penerima bantuan pendidikan yang selama ini dihadapi, termasuk oleh Program Indonesia Pintar (PIP). Meskipun demikian, pengadopsian program serupa pada skala nasional tentu memiliki berbagai tantangan, di antaranya kesiapan anggaran, tenaga pendidik, pengawasan, kesesuaian output SDM dengan kebutuhan industri baik di tingkat nasional ataupun masing-masing provinsi. Lebih lanjut, lingkungan sosial terutama aspek Gender Equality and Social Inclusion (GESI) perlu diperhatikan. Jurusanjurusan dan lapangan pekerjaan yang secara tradisional didominasi oleh laki-laki perlu dibuka aksesnya terhadap perempuan dan kelompok disabilitas. Inklusi sosial akan membawa pemanfaatan penuh dari bonus demografi.
Sebagai penutup, artikel ini menyimpulkan bahwa sistem pendidikan cerdas bertumpu pada kepiawaian SDM saat ini dalam memproyeksikan dan merencanakan arah pembangunan industri Indonesia ke depan. Oleh karena itu, terdapat urgensi untuk menjadikan Indonesia emas dan pendidikan cerdas seperti teman seperjalanan.