News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemiu 2024

Menemukan Kembali Makna Pendidikan Politik dalam Kampanye Pemilu

Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi kampanye

Oleh: Primus Supriono, Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Klaten

TRIBUNNEWS.COM - Banyak orang memaknai pemilu sekadar sebagai “pesta demokrasi”. Oleh karenanya, hingar-bingar kegiatan kampanye pemilu saat ini lebih diwujudkan sebagai sebuah panggung pertunjukan yang mempertontonkan sesuatu yang indah-indah dan menghibur. Aspek hiburan lebih penting dari esensi. Tidak berlebihan, jika ada sebagian orang yang menyebut kampanye pemilu lebih sebagai panggung sandiwara.

Semua orang diberi pemahaman dan kesadaran bahwa kampanye pemilu haruslah dilaksanakan dengan penuh suka cita dan suka rela. Sementara itu, warga negara yang telah memiliki hak pilih pun digerakkan untuk berpartispasi dalam bentuk penggunaan hak pilih dalam suasana pesta yang riang gembira.

Kampanye pemilu lebih ditampilkan sebagai iklan pendek yang ringan-ringan saja. Pendek kata, yang penting menghibur dan menyenangkan. Ia hanya menyuguhkan sesuatu yang serba baik-baiknya saja. Kampanye pemilu dikemas menjadi sebuah pertunjukan yang menghibur, bersifat permukaan, dan kosmetis. Dalam beberapa sisi, kampanye pemilu dibumbui dengan game mix yang lucu-lucu bahkan konyol.

Di berbagai media, dengan mudah kita temukan bentuk-bentuk kampanye pemilu yang demikian. Baik di televisi, media sosial dan media cetak, maupun di berbagai poster alat peraga kampanye seringkali mempertontonkan pesan kampanye pemilu yang bersifat permukaan, lucu, dan kosmetis.

Mengubur Realitas

Sekilas memang tidak salah, kampanye pemilu dimaknai dan ditampilkan dalam bentuk yang demikian. Kampanye pemilu dalam wujudnya saat ini memang bersesuaian dengan kehendak dan selera masyarakat. Himpitan dan beban kehidupan masyarakat saat ini memang membutuhkan hiburan. Masyarakat tidak suka yang sulit-sulit dan berlama-lama. Kita semua cenderung suka yang serba cepat, ringan, dan menghibur.

Fenomena ini bersesuaian dengan perilaku kita dalam menggunakan gadget. Cari yang lucu-lucu, konyol, dan menghibur. Cari informasi yang pendek-pendek tapi langsung bisa tertawa terbahak-bahak. Kalau ada konten yang berat atau tidak disukai, langsung scroll, segera pindah konten yang lain. Baca berita juga hanya judulnya saja atau alinea pertama. Masyarakat suka judul-judul berita yang bombastis.

Bentuk kampanye pemilu yang pendek dan hanya menonjolkan sisi permukaan dan kosmetis, dapat mengubur realitas yang sesungguhnya. Model kampanye pemilu yang hanya mengeksploitasi sisi hiburannya saja, tentu jauh dari makna edukatif yang seharusnya. Kampanye pemilu yang hanya menonjolkan sisi serba instan dan ringan-ringan saja, pastilah jauh dari makna kampaye pemilu sebagai salah satu sarana pendidikan politik bagi masyarakat.

Padahal dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan, kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. Kampanye pemilu merupakan salah satu sarana pendidikan politik masyarakat yang dilakukan secara bertanggungjawab.

Apa yang salah dengan kecenderungan kampanye pemilu yang menjauh dari makna pendidikan politik bagi masyarakat ini? Lalu bagaimana upaya kita menemukan kembali makna pendidikan politik dalam kegiatan kampanye pemilu?

Mengedepankan Pendidikan Politik

Pascareformasi, pemilu yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil menjadi sebuah pilihan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Menjaga kedaulatan rakyat sama dan sejalan dengan upaya membangun demokrasi berbasis penguatan pengetahuan politik masyarakat. Dengan demikian, kampanye pemilu haruslah mengedepankan pendidikan politik masyarakat. Kampanye pemilu bukan hanya soal kalah menang dan menggiring agar masyarakat memilih pasangan calon atau calon anggota legislatif. Kampanye pemilu mempunyai tanggung jawab melakukan pendidikan politik secara objektif dan rasional.

Konsekuensi atas pelaksanaan asas penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, adalah adanya pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat untuk menggunakan hak politiknya. Kehidupan politik pascareformasi mendorong terjadinya keterbukaan informasi publik, kemerdekaan berpendapat dan menggunakan hak politiknya secara sadar dan bertanggungjawab. Oleh karena itu, pendidikan politik menjadi kata kunci dalam penguatan demokrasi melalui kampanye pemilu.

Penguatan demokrasi hendaknya beriringan dengan pemberdayaan politik masyarakat melalui pendidikan politik. Pasal 11 UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, sudah sangat jelas tujuan dan fungsi partai politik mempunyai kewajiban melaksanakan pendidikan politik. Pada Pasal 1 ayat (4) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik disebutkan, rakyat harus mendapatkan pendidikan politik.

Pada pasal tersebut dinyatakan, "pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara". Oleh karenanya, pendidikan politik dalam kampanye pemilu tentu bukanlah hanya bersifat game mix yang bersifat kosmetis dan kepura-puraan. Kampanye pemilu pun bukan hanya sekadar menjelaskan visi, misi, program kerja, dan citra diri peserta pemilu. Namun, kampanye pemilu haruslah mengandung makna pembelajaran agar terbentuk kesadaran kolektif masyarakat tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Sesuai dengan  Pasal 34 ayat (3b) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, pendidikan politik berkaitan dengan: (a) pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan (c) pengkaderan anggota partai politik secara berjenjang dan berkelanjutan. Dengan demikian, pendidikan politik harus dijalankan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Jadi, pendidikan politik bukan hanya sebatas sosialisasi visi, misi, program kerja, dan citra diri atau game mix dengan tujuan menghibur, namun haruslah yang betul-betul membentuk kesadaran politik kolektif masyarakat.

Pendidikan politik selain untuk membentuk kesadaran politik juga bertujuan membentuk watak atau keperibadian bangsa Indonesia atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa. Dengan demikian, kampanye pemilu haruslah digunakan sebagai upaya meningkatkan partisipasi untuk meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini