Sejak lama kalangan hawkish (kelompok radikal penyeru perang) menginginkan AS menyerang Iran secara langsung.
Ketika Presiden AS Donald Trump berkuasa, secara sepihak Gedung Putih menarik diri dari perjanjian nuklir Iran, taktat yang menahan Iran tak mengembangkan senjata nuklirnya.
Tapi langkah Trump hanya sampai di situ, meski para pembantu utamanya mendesak Trump melancarkan serangan militer ke Iran.
Kedua, elite Israel sangat berkepentingan Iran dilemahkan sampai selemah-lemahnya karena dianggap sebagai ancaman paling berbahaya bagi eksistensi negara Israel.
Israel paling takut seruan tokoh spiritual dan politisi Iran agar Israel dimusnahkan dari peta bumi jadi kenyataan.
Israel juga takut karena menyadari pengaruh Iran semakin kuat di Gaza, Tepi Barat, Lebanon, hingga Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang mereka duduki sejak 1967.
Di sisi lain, Yaman yang dikuasai kelompok Houthi, juga memberikan ancaman riil yang sangat menakutkan.
Serangan rudal Houthi bahkan telah mencapai wilayah Israel di kota pelabuhan Eilat di ujung Teluk Aqaba.
Houthi secara ideologis memiliki garis persamaan kuat dengan Syiah Iran, dan diyakini mendapat sokongan penuh dari Korps Garda Republik Iran dalam perjuangannya.
Di perang Yaman, kelompok Houthi ini menghadapi gempuran luar biasa dari pasukan koalisi yang dipimpin Saudi Arabia dan didukung AS serta sekutu baratnya.
Dari konstelasi ringkas ini bisa dilihat secara jelas apa bagaimana koneksi musuh-musuh Iran ini dengan aksi bom teror di Kota Kerman 3 Januari 2024.
Bagaimana pula meletakkan peristiwa Kerman dari peta geopolitik Timur Tengah maupun supremasi global, yang ingin dipertahankan AS dan sekutunya.(Setya Krisna Sumarga, Editor Senior Tribun Network)