News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pilkada Serentak 2024

Revisi UU Pilkada Batal, Bagaimana Nasib Oligarki Serta Koalisinya?

Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Yulis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah mahasiswa berhasil masuk kedalam halaman gedung DPR/MPR, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/2024). Sejumlah elemen masyarakat sipil, mulai dari buruh, komika, mahasiswa hingga aktivis menggelar aksi demonstrasi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada. Aksi tersebut merupakan bagian dari gerakan darurat Indonesia yang viral di media sosial setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK. Tribunnews/Jeprima

Ada sesuatu yang membuat petinggi parpol beramai-ramai bergabung dalam koalisi besar itu.

Baca juga: Nasib Anies usai DPR Batal Sahkan Revisi UU Pilkada: PDIP Beri Syarat Khusus, Siap Nurut Megawati?

Tidak ada yang salah dengan koalisi besar seperti itu, sepanjang tidak ada tekanan, ancaman atau tawaran tertentu.

Koalisi besar parpol itu terkesan dikendalikan beberapa gelintir orang yang ingin menjadikan hasil Pilkada sesuai keinginannya. Kalau itu terjadi, oligarki yang awalnya di pusat kekuasaan, bisa mengakar ke daerah-daerah.

Sebelum MK memutuskan, koalisi besar ini menjadikan Pilkada sekedar formalitas mengesahkan kandidat yang diusungnya.

Itu terjadi lantaran kandidat dari koalisi besar menjadikan tak ada pesaing. Sehingga hanya melawan kotak kosong atau melawan kandidat boneka.

Masyarakat makin gerah dengan pertunjukan politik yang kental dengan nuansa antidemokrasi .

Demokrasi yang benar apabila seluruh proses pemilihan berjalan secara baik. Bukan diakali dan dikuasai oleh sekelompok tertentu sehingga bisa mengatur dan memunculkan calon yang tunduk kepada pengatur.

Rakyat menginginkan kompetisi pada Pilkada berjalan secara fair. Rakyat ingin agar kandidat yang berkompetisi adalah kandidat terbaik sehingga bisa memilih berdasarkan kompetensi dan juga visi-misi serta programnya.

Bukan memilih kandidat yang disukai dan ditentukan koalisi besar yang terbentuk karena parpol tak berdaya menghadapi tekanan, ancaman dari oligarki.

Beruntung Mahkamah Konsitusi sebagai lembaga penegak konstitusi dapat merasakan kegundahan masyarakat. MK kemudian membuat keputusan yang mengedepankan rasa keadilan. MK dengan kewibawaannya memutuskan dan mengembalikan UU Pilkada agar demokrasi berada di jalur yang benar.

Rakyat juga jengah menyaksikan akrobat politik yang dikendalikan oleh kepentingan tertentu.

Begitu mudahnya menggusur dan kemudian menempatkan seseorang menjadi Ketua Umum Partai.

Padahal, partai adalah salah satu pilar demokrasi, tempat menyalurkan aspirsi sekaligus menggembleng kader politik agar menjunjung tinggi demokrasi serta keadilan sosial di negeri ini.

Rakyat sudah bangkit melawan oligarki. DPR sudah angkat tangan dan membatalkan revisi UU Pilkada.

Saatnya partai politik kembali bangkit dan melawan oligarki. Jangan malah tersandera dan kemudian menjadi bagian dari oligarki.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini