Laporan Reporter Tribunnews Video, Novi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, SAMBAS - Pelaksanaan Festival Pesisir Paloh 2015 dipusatkan di Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Desa ini mendadak terkenal beberapa tahun silam lantaran media cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional mengangkat isu pencaplokan tanah di batas negara Dusun Camar Bulan oleh negara tetangga, Malaysia.
Menarik melihat perkembangan desa ini sekarang.
Mulyadi, mantan Kepala Desa Temajuk dua periode, buru-buru pulang dari kebun lada miliknya, Kamis (28/5/2015) siang. Berbaju koko dan mengenakan kopiah, pria ini menyempatkan diri bertemu awak media yang mengunjungi rumahnya di Dusun Sempadan.
Mulyadi bercerita, beberapa tahun belakangan ini, pembangunan pesat dilakukan di Temajuk. Sarana dan infrastruktur publik mendapat perhatian dari pemerintah. Jika dulu banyak masyarakat Temajuk iri dengan pembangunan Teluk Melanau, desa tetangga milik Malaysia, sekarang justru sebaliknya.
“Sekarang bisa dikatakan mereka yang dengki, kabar-kabarnya warga tetangga kita juga ingin mendapat perhatian lebih dari pemerintahnya, seperti kita,” ujar Mulyadi.
Kini, kata Mulyadi, banyak warga Teluk Melanau yang datang ke Temajuk sekadar berbelanja kebutuhan pokok, terutama jika musim ombak besar. Karena warga di sana hanya mengandalkan kendaraan air untuk mencapai kota terdekatnya. Sebaliknya warga Temajuk terkadang hanya membeli gas dan beras dari tetangga.
“Kalau warga kita belanja beras ke sana, karena kemasannya lebih bagus ya. Tapi mayoritas barang lokal kita yang kita gunakan. Berbeda dengan dulu. Kalau untuk mi, mi Indonesia tetap yang juara,” tutur Mulyadi sambil tertawa.
Untuk menuju Teluk Melanau, hanya perlu melintas kurang lebih 400 meter dari gerbang perbatasan Indonesia-Malaysia. Di sini terdapat satu pos militer yang dijaga sejumlah personel TNI. Di seberangnya terdapat pos tentara Malaysia. Untuk melintas kita hanya cukup mengisi daftar pengunjung.
Meski begitu, ujar Mulyadi, masyarakat Temajuk juga masih merindukan kualitas infrastruktur berupa jalan yang lebih baik. Selain itu, sinyal telekomunikasi yang tergantung “musim”, yakni musim betul dan musim rusak juga membuat warga Temajuk kesulitan menghubungi kerabat maupun pembeli hasil alamnya dari Sambas maupun Singkawang.
“Kalau sedang tidak rusak, disaat satu waktu bersamaan hanya dapat digunakan oleh 50 orang secara bersamaan, kalau sedang rusak bisa berbulan-bulan tidak ada sinyal,” ungkapnya.
Jangkauan sinyal yang rendah membuat Mulyadi dan keluarga meletakkan handphonenya di kios bensin eceran miliknya. ”Sinyalnya hanya ada di situ,” terang Mulyadi.
Kata Mulyadi, warga Temajuk dengan penghuni lebih dari 2.000 jiwa masih mengandalkan pertanian lada sebagai mata pencahariannya. Selain itu, musim ubur-ubur yang datang di awal tahun membuat warga memiliki pekerjaan lain. Ubur-ubur masih mereka jual kepada pembeli dari negara tetangga.
“Katanya untuk diekspor ke China, buat kosmetik sama makanan. Kami berharap pemerintah juga membangun fasilitas pengolahan ubur-ubur di sini,” ucapnya.
Harapan Mulyadi cukup beralasan. Dia menilai, nilai ekonomis ubur-ubur akan meningkat jika ada fasilitas pengolahan di Temajuk, yang akan ikut mengkatrol kehidupan ekonomi masyarakat.
Disinggung isu lama mengenai batas negara, Mulyadi kemudian terkekeh, “Ha ha ha tidak ada lagilah.”
Buruknya kualitas telekomunikasi juga dirasakan oleh Kepala Subsektor Polisi Temajuk, Ipda Sukimin. Kadang Sukimin harus menuju Tanjung Bendera yang berjarak lebih dari 20 kilometer untuk sekadar melaporkan keadaan keamanan kepada atasannya di Polsek Paloh maupun Polres Sambas.
“Kalau ada sinyal yang lebih baik, sebenarnya bisa lebih mudah melaporkan situasi, tetapi kita sebagai aparat tetap mensyukuri apa yang ada,” kata Sukimin yang baru menyelesaikan sekolah alih golongan di penghujung 2014 kemarin.
Sukimin menuturkan, keamanan Temajuk sangat kondusif saat ini. Ia menilai, pembangunan yang dilakukan membuat warga semakin mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, akses yang jauh lebih mudah menuju Ibu Kota Kecamatan membuat warga semakin mudah menjual hasil alamnya yang berpengaruh terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Contohnya kalau sudah musim ubur-ubur, orang pada sibuk kerja nyari ubur-ubur, bisa jutaan rupiah mereka dapat. Kemudian musim lada juga. Mau jual ada pembeli yang datang ke sini. Masyarakat yang punya uang tentu tidak akan kepikiran melakukan tindakan kriminal, karena dapurnya ngepul,” ujar Sukimin beranalogi.
Indri, warga Temajuk, mengaku sangat berharap jika pemerintah bisa segera memperbaiki akses telekomunikasi. “Kalau tidak rusak palingan hanya sebulan, setelah itu rusaknya bisa enam bulan, mau nelpon keluarga susah. Kalau sedang tidak rusak, muncul matahari muncul sinyal, kalau sudah mau malam mati lagi sinyalnya,” tutur penjaga warung makanan ini.
Untuk menuju Temajuk, diperlukan waktu tempuh dari Pontianak menggunakan roda empat selama 4,5 jam perjalanan menuju dermaga Teluk Keramat. Dari dermaga Teluk Keramat kemudian menuju penyeberangan Cermai, Kecamatan Paloh kurang lebih 2 jam perjalanan. Antara dermaga Teluk Keramat dengan dermaga Cermai masih mengandalkan penyeberangan perahu yang dibuat swadaya oleh masyarakat.
Dari penyeberangan Cermai, perjalanan kemudian dilanjutkan melalui jalan tanah dan berpasir. Di beberapa titik masih terdapat jembatan-jembatan rusak yang diperkuat dengan balok kayu. Jika kondisi kendaraan prima dapat ditempuh kurang lebih 2,5 jam. Jalan beraspal cukup mulus terhampar di dalam desa.(*)