Laporan Reporter Tribunnews Video, Cornel Dimas
TRIBUNNEWS.COM, MUARA WAHAU - Alunan gong dan tabuhan gendang malam itu menggema di Desa Dea Beq, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Kamis (28/5/2015).
Dari hulu ujung kampung, para penari berlenggak-lenggok memasuki lapangan balai desa. Para penari menampilkan jenis tarian yang disebut Tumbambataq.
Kepala Adat Dayak Wehea, Helaq Tot mengungkapkan, tarian tersebut sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Dayak Wehea atas panen padi.
"Gerakan kaki kanan ke depan satu langkah, putar setengah badan, lalu balas kaki kiri maju satu langkah dan putarkan setengah badan, posisi tangan dan kepala menirukan gerak burung," ujarnya.
Perlengkapan tari haruslah menggunakan pakaian adat lengkap.
Laki-laki menggunakan kehpai, yakni baju adat yang bermotif batik lengan panjang, tapi berukuran setengah badan. Untuk bawahan sendiri menyerupai sarung yang disebut kewing.
Sedangkan bagi kaum perempuan, kostum yang dipakai adalah pakaian tradisional masyarakat Dayak Wehea, dan dihiasi aksesoris kalung manik.
Penutup kepala perempuan disebut klethok, yakni berwarna merah yang bentuknya menyerupai kopiah namun ukurannya lebih kecil.
Saking antusiasnya masyarakat merayakan Festival Erau Bobjengea, tarian yang dimulai sejak pukul 20.00 Wita itu berlangsung hingga dini hari.
Tari-tarian tersebut merupakan bagian kedua dari rangkaian puncak acara Festival Erau Bobjengea atau Lomplai (perayaan panen padi), yang melibatkan enam desa masyarakat Dayak Wehea di Kecamatan Muara Wahau.(*)