Laporan Reporter Tribunnews Video, Hendra Krisdianto
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Polemik yang terjadi di internal Keraton Yogyakarta pascamunculnya Sabda Raja Sultan menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat. Di antaranya bahkan mengambil tindakan yang memicu pro dan kontra.
Sebuah kelompok kecil beberapa warga, yang mengatasnamakan Paguyuban Trah Ki Ageng Giring-Ki Ageng Pemanahan, menggelar acara pengukuhan Gusti Bandoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, yang tak lain adik dari Sri Sultan Hamengku Bawono X (Sri Sultan HB X), menjadi Sri Sultan HB XI, Minggu (12/7/2015).
Pengukuhan yang dilaksanakan di petilasan Keraton Ambarketawang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta itu diikuti oleh sekitar delapan orang.
"Bahwa pengukuhan Sri Sultan Hamengku Buwono XI dilakukan untuk mengisi keadaan komplang (kekosongan kekuasaan) atas tahta Kasultanan Ngayogyakarta," ungkap koordinator aksi, Satrio Djojonegoro di lokasi pengukuhan.
Menurutnya, kekosongan kekuasaan tersebut diakibatkan adanya Sabda Raja Sultan yang dikeluarkan pada 30 April lalu. Sabda Raja Sultan yang dikeluarkan dengan perihal merubah nama dan gelar Sultan yang berkuasa dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono itu tidak sesuai dengan budaya, paugeran, dan adat istiadat yang berlaku.
"Perubahan yang dilakukan tidak sesuai dengan angger-angger, budaya, paugeran, serta adat istiadat yang berlaku di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat," katanya.
Sebelum dikukuhkan menjadi Sri Sultan HB XI, GBPH Prabukusumo terlebih dahulu dikukuhkan gelarnya menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamengkunegoro Sudibyo Raja Putra Narendra Mataram, yang merupakan gelar bagi putra mahkota keraton.
Kendati GBPH Prabukusumo yang dikukuhkan tidak hadir dalam acara tersebut, perwakilan paguyuban akan menyerahkan surat pengukuhan tersebut kepada yang bersangkutan.(*)