Laporan Wartawan Tribunnews, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan atas terdakwa pengacara senior, O.C. Kaligis, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl. H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (28/9/2015).
Sidang mendengarkan keterangan saksi tersebut, dihujani interupsi dari tim pengacara terdakwa, yang membuat ruang sidang gaduh.
Awal kegaduhan tersebut disebabkan interupsi dari pengacara terdakwa tentang keterangan saksi yang banyak berdasar pada buku.
Buku tersebut diakui saksi memang berisi keterangan penyidik, saat melakukan pemeriksaan dan proses operasi tangkap tangan terhadap para tersangka, di antaranya urutan waktu penyadapan.
Menurut pengacara terdakwa, saksi tidak memberikan kesaksian sesuai apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan.
Bila memberikan keterangan berdasarkan buku tersebut karena sudah ada campur tangan penyidik.
"Keberatan yang mulia, saksi memberikan keterangan berdasarkan buku itu yang mulia, coba dari mana buku itu diberikan?" tanya seorang pengacara perempuan kepada sasksi dalam persidangan tersebut.
"Ini memang saya tulis jam-jamnya berdasar penyadapan penyidik," jawab saksi bernama Yagari Bhastara Guntur.
"Keberatan yang mulia, kalo gini, saksi tak memberikan keterangan atas apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan, sebagaimana diatur dalam Undang-undag yang mulia," ucap pengacara itu.
Akhirnya saksi bersedia untuk memberikan kesaksian tanpa melihat dua buku yang dibawanya tersebut.
Kegaduhan kembali terjadi ketika perbedaan pendapat antara tim pengacara terdakwa dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Perbedaan tersebut tentang sadapan rekaman yang menurut JPU merupakan barang bukti yang tidak diwajibkan diberikan kepada pihak terdakwa.
Sedangkan pihak terdakwa menilai sadapan tersebut merupakan alat bukti yang wajib diserahkan kepada terdakwa, untuk kepentingan menyusun pembelaan.