TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebakaran lahan di wilayah Kalimantan dan Sumatera tahun 2015, termasuk dalam catatan bencana asap cukup parah
dalam 18 tahun terakhir. Sebanyak 10 jiwa tewas dan 503.874 jiwa menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di 6 provinsi
sejak 1 Juli-23 Oktober 2015. Setidaknya ada 43 juta penduduk Indonesia yang terkapar oleh kabut asap.
Atas kondisi yang bobrok tersebut, para pewarta foto anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) berhimpun.
Mereka mengumpulkan imaji-imaji fakta visual atas reportase tragedi kabut asap yang sempat mereka liput untuk mengingatkan kita semua,
khususnya pemerintah agar kasus ini dapat tuntas dan rampung secara hukum.
PFI berkewajiban untuk mengais dan menyusun kembali imaji-imaji fotografi jurnalistik itu menjadi suatu manifesto para pewarta foto di seluruh Indonesia
dalam menyikapi tragedi kabut asap yang mestinya tak lagi perlu terjadi.
FPI Bekerja sama dengan Bentara Budaya Jakarta dan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), fokus perhatian ditujukan kepada fungsi pers secara umum
dalam jurnalisme bencana dan upaya sosialisasi mitigasinya seluas-luasnya.
Sebagai gerbang menuju persoalan tersebut, maka PFI menggelar seminar Jurnalisme Bencana dengan menghadirkan para pakar
untuk menegaskan betapa pentingnya alam semesta kita jaga untuk kelanjutan peradaban.
GFJA meluncurkan buku fotografi jurnalistik karya pewarta foto harian Serambi Indonesia, Bedu Saini, bertajuk “Peradaban Cahya” (Civilization of Light)
dilengkapi dengan video yang diarahkan oleh pewarta foto Kompas Eddy Hasby,
bersamaan dengan pembukaan pameran foto “Republik Asap Incorporated” yang diprakarsai Pewarta Foto Indonesia,
di Bentara Budaya Jakarta, pada tanggal 14 hingga 19 Desember 2015. (Oscar Motuloh - kurator)