"Kalau menambal ban sepeda motor sebenarnya saya tak begitu bisa. Soalnya sulit untuk melepaskan dari velg. Saya hanya bantu untuk memanaskan tambalan. Namun kalau sepeda kayuh, saya bisa menambalnya. Mulai dari copot hingga pasang lagi," terangnya.
Sementara itu bila ada pelanggan yang menginginkan tambal ban, ia oper kepada penambal lain yang ada di sekitarnya.
Sedangkan untuk kegiatan isi angin masih ia lakukan sendiri.
"Dulu ketika ayah belum sakit, saya bantu nambal dengan memanaskan ban yang telah diberi penambal instan (tip-top). Lalu setelahnya baru dipasang ke motor oleh ayah. Sekarang karena ayah sakit, saya jadi sering ngoper pekerjaan ke tempat lain. Namun kalau terpaksa sekali, saya akan membantu. Tapi kalau cuma untuk ngisi angin dan tambal ban sepeda kayuh saya bisa mengatasi," ujar gadis itu.
Gadis berperawakan tinggi 156 cm dan berat 48 kg ini sempat dilarang oleh sang ibu, ketika akan mendaftar menjadi Polwan.
Ekonomi menjadi alasannya. Dengan keuangan keluarga yang cekak, Darwanti (40), sang ibu, was-was kalau mendaftar polisi harus mengeluarkan kocek yang besar.
Namun, Eka terus saja meyakinkan sang ibu. Dirinya menyebut, bahwa pendaftaran polisi tak perlu membayar.
"Ora usah wae, mengko malah mbayar akeh nek mlebu polisi. Sebab crita-critane neng njaba ngono kuwi (tidak usah saja, lantaran kalau mendaftar polisi pasti membayar. Sebab diluaran beredar cerita seperti itu)," kenang Darwanti menirukan ucapan ibunya.
Namun keteguhan sikap sang anak tak dapat dibendung.
Lulusan SMKN 2 Salatiga, jurusan Komputer Jaringan itu nekat mendaftar sebagai anggota Polri. Hal itu didukung dengan sokongan semangat dari sang guru, Mara Tilovashanti.
Singkat cerita, Eka pun lolos tahap demi tahap seleksi Polri. Ia mendaftar bersama 20 orang rekannya sekelas. Namun 18 di antaranya gugur.
Hanya dirinya dan seorang rekannya, yang kemudian berhasil menapaki jenjang pendidikan bintara.
"Saya yakin, dan memang terbukti selama pendidikan hingga sekarang tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Memang ada biaya, tapi itu untuk kebutuhan pribadi. Dan hal itulah yang saya yakinkan kepada ibu saya," ujarnya.
Sementara itu, sang ayah, Sabirin merasa bangga ketika anaknya menjadi seorang Polwan.