Laporan wartawan Tribun Lampung, Yoga Noldy Perdana
TRIBUNNEWS.COM BANDAR LAMPUNG – Earth Hour adalah sebuah gerakan inisiasi publik yang merupakan bagian dari kampanye World Wide Fund for Nature (WWF).
Gerakan itu memiliki konsep kepedulian terhadap perubahan iklim. Termasuk pemanasan global dan segala aspek yang berhubungan dengan lingkungan secara keseluruhan.
Dalam menjalankan gerakan kepedulian tersebut, tidak jarang mereka mendapat cemoohan dari banyak orang. Bahkan aksi mereka dianggap konyol.
Hal itu pernah dialami Ketua Earth Hour Lampung, Erwin Faisal Nur dan anggotanya. Ternyata mereka dianggap aneh setiap kali belanja di mal karena selalu membawa tumbler (wadah minum), kantung belanja.
“Banyak yang bilang ke saya, kok laki-laki ke mana-mana selalu bawa wadah minum dan kantung belanja sendiri. Kalau belanja saya tidak pernah mau menerima kantung plastik dari pihak mal, barang belanjaannya pasti selalu saya masukan ke dalam kantung yang saya bawa sendiri atau tas pribadi," ujarnya, Senin (22/02/16).
Walaupun sekedar hal kecil atau sepele, Erwin percaya, dampak ke depannya akan sangat berpengaruh kepada lingkungan secara global.
Anggota Earth Hour, Fransiska Meilyana, tidak luput dicap konyol oleh teman-temannya, hanya karena tidak ingin menggunakan tisu demi menjalankan kampanye terhadap kepedulian lingkungan.
Padahal, menurut Fransiska, pemakaian tisu dalam jumlah yang besar akan berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan di masa nanti. Bayangkan, untuk menghasilkan selembar tisu dibutuhkan satu liter air dan banyak membutuhkan bahan baku dari kayu pohon.
“Kalau satu bungkus tisu saja isinya sekitar 150 lembar, berapa banyak liter air yang terpakai? Jadi alternatif dari tisu adalah menggunakan sapu tangan. Sapu tangan jauh lebih efisien dan dapat dipakai dalam jangka waktu lama,”ujarnya.
Hal lainnya yang biasa dilakukan oleh anggota Earth Hour adalah dengan meminimalisasi menggunakan kendaraan demi mengurangi emisi berbahaya yang mengakibatkan polusi udara.
Biasanya jika para anggota dari Earth Hour ini ingin pergi ke suatu tempat, mereka lebih memilih berjalan kaki jika jaraknya memungkinkan untuk ditempuh tanpa kendaraan. Atau kalau jaraknya jauh, mereka naik kendaraan umum.
Dengan gaya hidup seperti itu, mereka berusaha menyadarkan dan mengedukasi masyarakat agar peduli terhadap lingkungan sekitar dan lingkungan global.