Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, TAWAU -- Hingga Selasa (19/4/2016), Lambas Simanungkalit masih menjalani perawatan di ruang intensive care unit (ICU) Hospital Tawau, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Anak buah kapal (ABK) kapal tunda TB Henry korban penembakan kelompok Abu Sayyaf, di perairan perbatasan Filipina-Malaysia, Jumat (15/4/2016) petang, itu masih belum sadarkan diri meskipun kondisinya dilaporkan sudah mulai membaik.
Konsul pada Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau, Abdul Fatah Zainal mengatakan, satu peluru yang ditembakkan di bawah ketiak sebelah kiri korban diketahui menembus bagian paru-paru.
Awalnya menurut dokter, kondisi tersebut dikhawatirkan akan berpengaruh besar terhadap keselamatan korban.
Syukurnya hingga Selasa, kondisi korban kembali membaik.
“Memang awal masuk keadannya kritis. Kemudian ada turun naik, turun naik. Tetapi kalau sekarang ini belum sadar. Menurut keterangan dokter, kondisinya di sebelah kiri kemudian menyerempet paru-paru ini berpengaruh besar terhadap dia. Tetapi hari ini sudah tidak terlalu,” ujarnya, Selasa ditemui di Kantor Konsulat Republik Indonesia Tawau.
Selama menjalani perawatan di ruang ICU Lantai III Hospital Tawau, Lambas belum bisa ditemui siapapun.
“Kami saja cuma di luar. Kalau ke sana kami cuma konsultasi dengan dokter,” katanya.
Karena kondisi korban yang belum sadar, Abdul Fatah mengaku belum mendapatkan keterangan apapun dari Lambas sejak dia dirawat di Hospital Tawau.
Dari pantauan Tribun, di depan Hospital Tawau, ada dua tentara berseragam yang berjaga.
Selain itu, ada pula Polisi berseragam menjaga di Lantai III di sekitar ruangan tempat korban dirawat.
Polisi yang bertugas menjaga di Hospital Tawau melarang TRIBUN mengambil gambar.
“Kami dari konsulat juga bergantian piket menjaga di sana. Pagi dan sore, dua orang,” katanya.
Abdul Fatah mengatakan, korban dalam pengawasan The Eastern Sabah Security Command (ESSCOM), lembaga keamanan yang melibatkan lintas instansi di Negara Bagian Sabah, Malaysia.
“Jadi memang agak ketat di sini. Dan media Malaysia juga tidak pernah ke rumah sakit. Media Malaysia sudah tahu kalau tidak bisa mengambil gambar di sana,” ujarnya.
Meskipun kondisi korban masih belum sadarkan diri, pihak perusahaan tempatnya bekerja berencana membawa pulang ke Indonesia.
Abdul Fatah mengatakan, pihak perusahaan kapal tempat korban bekerja sudah menyampaikan kepadanya untuk membawa pulang Lambas ke Indonesia.
“Mereka telah menyatakan, Pak Bagaimana? Silakan!” ujarnya.
Hanya saja, untuk membawa korban pulang ke Indonesia, perlu berkoordinasi terlebih dahulu dengan dokter yang menangani.
“Karena dokter biasanya, kalau kondisinya masih belum stabil, otomatis mereka tidak bisa dibawa langsung ke Indonesia. Karena dari sini prosesnya agak panjang,” ujarnya.
Dia mengatakan, untuk membawa pulang korban tidak mungkin menumpang ferry penyeberangan menuju ke Nunukan atau Tarakan.
“Pasti dia melalui pesawat dari Tawau ke Kuala Lumpur, Kuala Lumpur baru ke Jakarta,” ujarnya.
Selain itu, kalaupun terpaksa harus dibawa pulang pastinya ada dokter atau perawat yang mendampingi hingga ke Indonesia.
Dia memastikan, Malaysia tidak menyoal proses keimigrasian korban jika harus dibawa pulang ke Indonesia.
“Karena pihak sini cukup kooperatif. Cuma masalahnya terkait dengan kesehatannya. Mudah-mudahan, kita harapkan dengan mujizat yang Maha Kuasa, semuanya dapat baik-baik,” ujarnya.
Seperti diberitakan, Lambas yang merupakan anak buah kapal tunda TB Henry, penarik tongkang Christy, bersama sembilan rekannya dicegat kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina.
Dari 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia, empat orang yakni Moch. Arianto Misnan (nahkoda), Loren Marinus Petrus (first officer), Dede Irfani (second officer) dan Samsir, disandera kelompok Abu Sayyaf.
Enam lainnya yakni Yohanis Serang, Sembara Oktafian, Rohaidi, Royke Frans Montolalu dan Rumawi serta Lambas dibebaskan.
Keenamnya berhasil melanjutkan perjalanan hingga memasuki perairan Malaysia. (*)