TRIBUNNEWS.COM - Menpar Arief Yahya menyadari, bertransformasi ke digital itu tidak mudah. Berubah cara berbisnis itu tidak gampang, apalagi bagi pelaku industri yang sudah establish atau mapan dan berpuluh-puluh tahun menjalankan usaha dengan cara-cara biasa. Karena itu dia maklum, banyak pelaku bisnis yang "maju mundur" dan ragu-ragu untuk mendigitalisasi usahanya.
Padahal, semakin ditunda, semakin tertinggal, dan semakin sulit mengejar ketertinggalan itu. "Percayalah, dengan go digital akan jauh lebih mudah, lebih murah, lebih produktif," ujar Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.
Tak perlu malu dan rendah diri, kalau selama ini masih manual. Tak perlu berkecil hati, kalau selama ini belum friendly dengan teknologi digital. Tak perlu takut untuk mencoba sesuatu yang baru.
"Dalam era digital itu semua telanjang, apa yang disearching customers itu bisa dideteksi dengan sangat jelas melalui digital intelijen. Itulah mengapa muncul istilah semakin digital semakin personal," kata Arief Yahya.
Sebenarnya apa benefit bagi industri menggunakan ITX? Pertama, menurut Claudia Ingkiriwang, Ketua Probis ITX, Sigma, para pebisnis pariwisata akan memperoleh template website yang bisa dijadikan landing pages buat bisnis wisatanya.
"Kami akan ajari, kami akan asistensi, bagaimana cara memasang foto, membuat narasi, menempatkan banner. Tahun pertama, biaya hostingnya gratis," kata Claudia.
"Cara aktivasinya sangat mudah, dalam workshop jika sudah punya orang IT di perusahaan TA/TO (tour agent, tour operator) hanya cukup 1 haru saja. Kalau dari nol, belum punya orang IT, bisa online 3-4 hari. Jadi langsung bisa diaktivasi jika sudah siap," kata dia.
Kedua, mereka akan mendapatkan booking system dan payment mechine gratis pula. Tiga hal itu saja, jika dibuat sendiri dengan konsultan web sendiri, yang layak diklik, layak untuk industri, sekitar Rp 300 juta sampai Rp 400 juta.
"Kalau sudah bisa register, memasukkan konten, maka tinggal diaktivasi dan menunggu konfirmasi dari Kemenkominfo," kata dia.
Keunggulan ketiga, platform ini available untuk semua ekosistem bisnis pariwisata, dari hotel, suvenir, tiketing theme park, sampai urusan kopi gayo, tenun, songket, batik, souvenir dan segala rupa yang berbasis pariwisata. Ini yang tidak akan ditemukan di Agoda.com yang hanya bermain di hotel, atau Xpedia yang berdagang hotel dan airlines.
"Jadi kreativitas para sellers ini akan menentukan sukses tidaknya ITX. Dan para distributor bisa belanja sendiri dalam membuat paket di ITX ini," jelas Claudia.
Keempat, secara periodik, ITX juga akan mereview members nya, siapa saja yang berada di posisi terendah. Mereka akan diberikan business advisory, semacam memberikan masukan agar bisa bersaing.
"Tetapi itu by syatem ya? Tidak mungkin memberi advice satu per satu, karena saat ini saja jumlah membersnya sudah lebih dari 5.800 industri. Kami ingin semua maju dan berkembang," kata dia.
Kelima, melalui ITX ini para suplayer dan distributor tidak hanya bertemu dengan user atau traveller langsung. Bisa juga bertemu dengan distributor lain, seperti Agoda.com, Xpedia.com, Traveloka, musafir.com, Ctrip.com, yang namanya juga populer di dunia OTA.
"Kalau tidak melalui ITX, pelaku bisnis harus appointment sendiri melalui program table top, atau ikut travel mart di luar negeri? Pasti akan lebih sulit dan costnya menjadi sangat mahal?" kata dia.
Keenam, ketika ada event besar, semua industri dalam ekosistem pariwisata bisa ikut berjualan bersama. "Misalnya saat Borobudur Run, industri perhotelan, resort, rent car, theme park, resto, souvenir, culiner, semua bisa membuat program diskon bersama sama, dan diposting bersama pula jauh sebelum event digelar, menjadi bagian dari promo event teraebut," kata Claudia.
Bisa juga memaksimalkan space kosong pada saat low season. Bulan-bulan yang sepi pengunjung dioptimalisasi dengan program diskon penuh. Dengan booking system yang ada di ITX program special discount ini bisa diprogram dan bersama-sama dengan industri terkait, lalu dibungkus dengan promo khusus juga. Jadi low season pun bisa menghadirkan tourism ke tanah air.
Cross industry inilah yang oleh Menpar Arief Yahya sering disebut sharing economy, atau Presiden Joko Widodo mengatakan ekonomi gotong royong. Mereka juga bisa memasng tarif murah meriah, saat low season. Memanfaatkan excess capacity, daripada kosong," jelasnya