TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Crossborder Festival yang gencar digelar Kemenpar RI untuk menjaring wisatawan mancanegara di perbatasan semakin popular.
Daerah-daerah yang dulu dipersepsikan sebagai “daerah perbatasan” atau “daerah terluar” semakin hidup. Kelak, mereka tidak lagi merasa sebagai orang pinggiran, tetapi menjadi pintu depan dan wajah muka negeri ini.
“Karena itu, Crossborder Festival akan terus kami gencarkan di banyak titik yang berbatasan dengan negara tetangga. Membesarkan pariwisata, menaikkan kunjungan wisman, sekaligus menghidupkan ekonomi social masyarakat di perbatasan,” jelas Menpar Arief Yahya.
Daerah perbatasan yang sudah dan sedang digeber dengan Crossborder Festival itu antara lain di Kabupaten Sambar Kalimantan Barat, Atambua NTT, Merauke dan Jakapura di Papua.
Termasuk di Provinsi Kepri, seperti Batam, Bintan, Tanjung Balai Karimun, Anambas, dan pulau-pulau kecil lainnya yang berdekatan dengan Singapore dan Malaysia.
“Akan semakin banyak event kawasan-kawasan tersebut,” jelas Mantan Dirut PT Telkom yang asli Banyuwangi ini.
Seperti ketika Slank dan Jamrud tampil di Crossborder Festival Atambua, lebih dari 25.000 manusia berkumpul di satu tempat. Dan di festival berikutnya, jumlah audiencenya pun semakin bertambah dari waktu ke waktu.
“Ketika ada crowds, di situlah ada business opportunity. Para pelaku bisnis saya yakin sudah tahu dan memikirkan bidang usaha yang inline dengan aktivitas ini,” kata dia.
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk pengembangan destinasi? Agar wisatawan itu tidak hanya melihat festival, setelah itu kembali ke negaranya? Juga untuk wisnus yang penasaran dengan Atambua?
Konsep Menpar Arief Yahya adalah membangun 3A, atraksi, amenitas dan akses. Ketiganya harus dibangun secara simultan, dan itu menjadi tugas Bupati dan Gubernur di wilayah tersebut. Mereka bisa bergabung dengan pengusaha yang bergerak di bidang pariwisata untuk berinvestasi.
Sebenarnya apa sih, destinasi yang bisa dikembangkan di Atambua? Yang diproyeksikan menjadi destinasi wisata di crossborder itu?
Yang banyak diketahui orang tentang Atambua adalah statusnya sebagai kota perbatasan Indonesia-Timor Leste. Padahal, Atambua punya beberapa destinasi wisata menarik. Salah satunya Pantai Atapupu. Lainnya, Air Terjun Mauhalek. Keduanya adalah destinasi legendaris bagi warga sekitar.
Pantai Atapupu terletak di Desa Motaain, sekitar 30 kilometer dari Atambua. Jika Anda berkendara dari Atambua ke Motaain, Pantai Atapupu terletak di sisi kanan jalan. Masyarakat lokal menyebutnya Pantai Sukaerlaran atau Pantai Pasir Putih. Pepohonan rindang yang membalut sekitar pantai membuat udara sekitar pantai tidak terlalu panas.
Seperti kebanyakan pantai landai, Pantai Atapupu menawarkan sarana rekreasi bagi keluarga. Di sini, penduduk lokal biasa menghabiskan waktu bermain bola di atas pasir, atau anak-anak bebas bermain air tanpa khawatir terseret ombak.
Pada hari libur, warga sekitar Atambua dan desa-desa sekitar membanjiri Pantai Atapupu. Banyak pula warga Timor Leste yang melintasi perbatasan dan menikmati Pantai Atapupu.
Akses ke Pantai Atapupu relatif mudah, karena destinasi yang belum banyak dikenal wisatawan mancanegara ini terletak di jalur utama trans Atambua-Timor Leste. Anda tinggal menyewa kendaraan roda empat atau dua, dan menyusuri jalan beraspal bagus untuk sampai ke pantai.
Fasilitas pendukung di sekitar pantai juga memadai. Ada MCK, tempat bersantai, dan warung-warung penduduk. Jika ingin melihat Pantai Atapupu dan Desa Motaain dari tengah laut, Anda bisa menyewa perahu nelayan. Jika punya banyak waktu, pengunjung bisa meluangkan waktu menyambangi Air Terjun Mauhalek, yang berjarak satu jam dari Atambua. Jalan sepanjang jalan berkelo-kelok, dan rimbun pepohonan.
Pada musim hujan, seluruh tanaman menghijau. Memasuki musim panas, dedaunan mengering dan berubah menjadi cokelat. Air Terjun Mauhalek terletak di Dusun Fatumuti, Desa Raiulun, Kecamatan Lasiolat, Kebupaten Belu. Warga sekitar memanfaatkan air terjun sebagai sumber air bersih saat kemarau menerpa Nusa Tenggara Timur.
Setelah satu jam menempuh jalan berkelok, sebuah papan kecil penunjuk arah ke air terjun. Papan kecil itu bertulis Air Terjun Mauhalek 800M. Portal bambu di pintu masuk dibuka petugas, setelah pengunjung membayar retribusi desa Rp 10 ribu.
Lokasi air terjun benar-benar berada tidak jauh dari garis demarkasi RI-Timor Leste. Tidak jauh dari lokasi air terjun terdapat jajaran rumah-rumah penduduk Timor Leste. Garis demarkasi Timor Leste-RI di sini bukan jajaran patok pembatas, tapi sebuah sungai kecil. Seberang sungai adalah wilayah Timor Leste.
Tidak jauh dari air terjun, masuk wilayah Indonesia, terdapat sebuah rumah yang dihuni seorang kakek penjaga air terjun. Kakek itu ditaksir berusia 80 tahun, dan tidak bisa berbahasa Indonesia, tapi Tetun.
Dari tempat parkir mobil, perjalanan ke air terjun harus dilalui dengan jalan kaki. Pengunjung lebih dulu menuruni 50 anak tangga, dengan kemiringan 80 derajat. Setelah itu melewati jalan sepanjang seratus meter, dengan kebun jagung dan persawahan di kiri dan kanannya, untuk sampai ke lokasi air terjun.
Gemerisik dedaunan diterpa angin meningkahi gemericik air menuruni bebatuan. Sebagian batu berlapis lumut, lainnya tidak. Molekul air yang mengapung di udara sekitar air terjun diterpa matahari dan membentuk pelangi.
Suasana itu membuat siapa pun yang datang akan tergoda untuk menanggalkan pakaian, dan terjun ke kolam kecil di bawah air terjun. Atau, dengan hati-hati menaiki batu dan menyentuh air yang menuruni bebatuan. Jika banyak waktu, puaskan menikmati seluruh keindahan di sekitar air terjun. Namun, satu hal yang tidak boleh dilupakah bahwa Atambua juga punya Fulan Fehan -- sebuah lembah di kaki Gunung Lakaan.
Lembah berada di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu, sekitar 26 kilometer dari Atamba. Sejauh mata memandang, dan selebar yang bisa kita sebut, adalah kehijauan. Pohon-pohon kaktus tumbuh subur, dan kuda-kuda liar berlarian dalam kelompok besar dan kecil.
Tidak jauh dari lembah terdapat obyek wisata bersejarah, yaitu Benteng Ranu Hitu atau Benteng Lapis Tujuh. Benteng terletak di puncak Bukit Makes. Sedangkan di Bukit Batu Maudemu, terletak di Desa Maudemu, terdapat peninggalan sejarah berupa kuburan Bangsa Melus.
Atambua adalah mutiara pariwisata di perbatasan RI-Timor Leste. Sejauh ini, hanya warga lokal dan wisatawan dari Timor Leste yang menyambanginya. Namun bukan tidak mungkin Atambua dengan segenap destinasi unggulannya akan populer ke dunia luar.