Bertemu, Bea Cukai Dan Australian Border Force Bahas Isu Kepabeanan Terkini
Dalam pertemuan ini, kedua instansi kepabeanan membahas beberapa isu kepabeanan terkini.
Editor: Content Writer
Guna memperkuat kerja sama yang telah terjalin antara institusi kepabeanan Indonesia dan Australia, pada 20-21 November 2017 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Australian Border Force (ABF) kembali menyelenggarakan pertemuan tahunan, 17th Customs-to-Customs Talks, di Melbourne, Australia.
Dalam pertemuan ini, kedua instansi kepabeanan membahas beberapa isu kepabeanan terkini.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan salah satu topik yang dibahas adalah perkembangan bisnis e-commerce yang kian pesat, dimana pertumbuhan paling pesat terjadi di kawasan Asia-Pasifik dengan persentase kenaikan mencapai 28.4 persen.
“Tren jual beli terhadap barang-barang tidak berwujud (intangible goods) juga turut mengalami perubahan, di mana sebelumnya intangible goods dikemas secara fisik untuk dijual, namun saat ini telah berubah menjadi digital. Di tengah pesatnya perkembangan bisnis e-commerce, pemerintah perlu menyadari bahwa terdapat potensi penerimaan negara dari sektor tersebut, berikut langkah yang harus diambil, serta tantangan yang muncul untuk mengamankan potensi penerimaan negara. Pembahasan ini juga akan kami sampaikan ke World Customs Organization (WCO) sebagai wadah organisasi yang menaungi administrasi kepabeanan di seluruh dunia,” jelasnya.
Heru menambahkan yang menjadi tantangan adalah belum adanya tata kelola yang ditetapkan oleh WCO terkait pengenaan pungutan kepabeanan terhadap intangible goods.
“Tantangannya ialah bagaimana mendeteksi transaksi dan mengenakan pungutan kepabeanan atas transaksi tersebut. Bea Cukai sendiri memiliki dua metode pendekatan, yaitu Follow the Data, yang dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan data transaksi e-commerce pada gerbang pembayaran nasional sesuai dengan yang diatur oleh Bank Indonesia dalam peraturan nomor 19/8/PBI/2017, dan Follow the Money, yang dilakukan dengan melakukan pelacakan bukti pembayaran transaksi elektronik. Untuk itu diperlukan kerja sama, baik antara administrasi kepabeanan ataupun dengan sektor e-commerce, untuk mengakomodir pertukaran data,” ujarnya.
Selain membahas e-commerce, kedua institusi kepabeanan ini juga komit untuk melanjutkan beberapa proyek kerja sama yang telah dilaksanakan, seperti pelatihan di bidang vessel search, asistensi teknis dan pemberian bantuan detector dog, pelaksanaan Integrity Workshop di tahun 2018, penyelenggaraan capacity building, dan pertukaran data.
Heru menjelaskan latar belakang dilanjutkannya kerja sama pertukaran data antara kedua instansi kepabeanan.
“Di era keterbukaan saat ini, di mana akses informasi semakin mudah diperoleh, menuntut sistem pertukaran data antar negara dan khusunya antar administrasi kepabeanan mutlak diperlukan. Hal ini yang mendasari Bea Cukai dan ABF berininsiatif melanjutkan kerja sama pertukaran data intelijen, di antaranya data lalu lintas yacht/kapal kecil, perdagangan tenbakau/barang kena cukai ilegal, barang-barang berbahaya terutama yang berkaitan dengan terorisme, dan pertukaran data reputable treaders untuk meningkatkan arus perdagangan di antara kedua negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Heru, Bea Cukai berharap melalui pertemuan ini dihasilkan rekomendasi dan rencana kegiatan yang dapat memberikan nilai tambah bagi Indonesia dan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pejabat/pegawai Bea Cukai. (*)