Pria Jepang Tak Romantis, Perempuan Lari ke Omocha
Banyak sekali wanita Jepang saat ini tidak menikah. Mendokusai, atau merepotkan, kata mereka.
Editor: Widiyabuana Slay
Richard Susilo *)
TRIBUNNEWS.COM - Banyak sekali wanita Jepang saat ini tidak menikah. Mendokusai, atau merepotkan, kata mereka. Belum lagi situasi dan kondisi hidup yang berat di Jepang, tak ada uang pasti “lewat” dan sayonara dunia.
Akibat tak mau menikah, jumlah bayi menurun drastis di Jepang sehingga kini Jepang praktis menjadi negara orangtua. Ke mana-mana pasti hanya melihat orangtua dan jarang melihat anak-anak apalagi bayi.
Kalangan laki-laki pun sangat pilih-pilih dalam menentukan wanita karena umumnya tercitra, wanita Jepang hanya mau menikah kalau laki-laki ada uang saja. Tentu hal ini juga berakibat semakin sulit menciptakan sebuah pernikahan.
Di samping hal lain mengenai hubungan Adam dan Hawa tersebut. Misalnya, laki-laki sudah tercitra dingin. Menikah sekali pun jarang ada yang mau bergandengan tangan, malu, kata laki-laki Jepang.
Melihat situasi yang serba rumit tersebut, di kalangan bisnis justru memunculkan berbagai macam produk baru. Pada hakekatnya semua produk tersebut menjadikan manusia malah semakin menyendiri. Bermain sendiri dengan produk barunya.
Pameran mainan (toy atau Omocha dalam bahasa Jepang) terbesar di Jepang berlangsung berkali-kali setiap tahun. Banyak produk “pribadi” yang justru membuat manusia akan semakin menyendiri dalam kehidupannya di Jepang.
Lihat saja sebuah produk mainan robot kecil seperti TV kecil, dengan ukuran sekitar 5x5x5cm, dijual sekitar 5000 yen sebuah, cukup menarik perhatian banyak pengunjung.
Mainan itu dengan nama Hosto Pet, seperti sebuah tabungan. Dengan memasukan koin, muncul gambar lelaki dan mengucapkan sesuatu dengan tulisan muncul di layar TV mini itu menyapa orang yang memasukan uang tersebut. Tambah besar nilai koin uang yang dimasukan, sapaan sang “lelaki” itu tambah manis, semakin melayani orang yang menggunakan mainan tersbeut.
Memang targetnya wanita saja. Nama Hosto berarti gigolo, pelayan wanita, yang bekerja demi uang melayani wanita di klub-klub malam bernama Hosto Club. Sedangkan Pet adalah binatang piaraan (dari bahasa Inggris).
Dengan pemunculan mainan tersebut yang diperuntukkan bagi wanita, diharapkan wanita dapat dilayani hanya dengan kata-kata manis yang ke luar dan tampak di layar kaca mainan tersebut setelah memasukan koin tertentu ke box itu.
Pada saat Tokyo Toy Show 2008 menampilkan sekitar 36.000 macam mainan di Ariake Tokyo. Banyak mainan baru ciptaan produsen mainan Jepang muncul dan diperkenalkan di sana. Namun secara umum tampak sekali ciri khas “kesepian” manusia di Jepang karena tampak semakin banyak mainan diperuntukan bagi orang dewasa dan mainan untuk anak-anak sama jumlahnya seperti di masa lain tak banyak perubahan.
Sebuah perusahaan mainan Jepang yang tak terkenal misalnya, memperkenalkan mainan pohon yang bisa mendengarkan keluhan manusia. Ukuran kecil sekitar 10x7x4cm, hanya satu batang dan dua daun kanan kiri yang dapat bergoyang, merespons suara manusia. Teknologi serat/benang yang dapat merespons suara tersebut diciptakan seorang professor dari Okayama University Jepang.
Manusia yang berbicara kepada pohon atau daun tersebut, maka pohon akan merespons, bergoyang atau menutup membuka daunya dan berbagai gerakan lain. Seolah respons tanpa suara itu mendengarkan keluhan manusia yang berbicara kepada pohon tersebut. Dijual dengan harga 2800 yen.
Produsen besar misalnya Sega Toys Co. bekerjasama dengan produsen Amerika Serikat, Hasbro Inc. mengembangkan robot dengan nama Ampbot, tinggi 73cm-yang dapat fleksibel bernyanyi dan berdansa sesuai aluran musik/lagu yang dibawakannya. Harga jual sekitar 80.000 yen.
Pameran yang diikuti sekitar 130 peserta dan dikunjungi sekitar 120.000 orang itu memang berhasil menarik banyak individu yang kesepian membeli mainan di sana. Harga tidak murah, tapi mereka membeli karena kehidupan Jepang yang serba sendiri membuat banyak orang Jepang kesepian.
Seorang pengamat sosial Jepang Akira Kitagawa mengungkapkan saat ini Jepang memang sangat kesepian, karena hubungan antar manusia umumnya didasarkan kepada uang, kepada untung rugi dan serba takut salah atau suka tak mau menyusahkan orang lain (meiwaku shinai youni).
“Itulah akibatnya hubungan manusia jadi dingin, hanya luar saja kelihatan tertawa tetapi dalamnya banyak yang sebaliknya. Pulang dari acara tertawa bersama, sampai ke rumah, sendiri lagi, sepi lagi dan bersedih kembali mengikuti arus kehidupan Jepang saat ini,” tekannya
Apalagi yang tidak memiliki keluarga, tidak memiliki anak atau bahkan tidak menikah. Kehidupan yang sangat stress sehingga setahun lebih dari 33 000 orang bunuh diri di Jepang saat ini akibat tekanan kehidupan yang tinggi. Hal itu berarti lebih dari 90 orang per hari meninggal akibat bunuh diri. Kawaisou desune, kasihan sekali Jepang saat ini memang. Demikian pula lelaki Jepang pun dijadikan mainan (omocha). Tidak sedikit wanita menjadi single mother, tidak menikah (atau menikah lalu cerai), yang penting anaknya bersama dia agar hidup tidak kesepian.
Informasi lengkap lihat: http://www.tribunnews.com/topics/tips-bisnis-jepang/
Konsultasi, kritik, saran, ide dan segalanya silakan email ke: info@promosi.jp
*) Penulis adalah CEO Office Promosi Ltd, Tokyo Japan, berdomisili dan berpengalaman lebih dari 20 tahun di Jepang