Indonesia Harus Belajar dari Serangan Amerika
Turunnya harga tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diharapkan tak dilihat sebagai sebuah bencana
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Turunnya harga tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diharapkan tak dilihat sebagai sebuah bencana bagi perekonomian Indonesia.
Pemerintah dan stakeholder perekonomian nasional, juga diharapkan menjadikan momentum ini untuk mengembangkan sektor produksi dan kegiatan usaha kecil menengah (UKM).
Hal ini disampaikan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Mukhamad Misbakhun. Menurutnya, penurunan nilai rupiah sudah terbukti membuat kaget segelintir pelaku industri besar, importir. Dan tentu saja, stakeholder pasar keuangan.
Di sisi lain, imbuhnya, pelaku di produk-produk UKM seperti industri kerajinan dan produk pangan hasil olahan rumah, diuntungkan dengan situasi itu.
"Karena dengan orientasi pasar ekspor, mereka menikmati berkah karena barangnya dijual dengan harga dolar. Berarti, tidak perlu Pemerintah terlalu larut untuk menaikkan nilai rupiah. Justru ini berkah sehingga Indonesia diarahkan mengembangkan sektor produksi," kata Misbakhun
Misbakhun yang tak lain politisi Partai Golkar ini menambahkan kembali, Indonesia harus belajar dari 'serangan' AS dan Eropa terhadap Tiongkok yang sengaja mendorong agar kurs mata uang Yuan selalu rendah.
Pemerintah Tiongkok, kata dia, sengaja melakukan itu demi menjaga pasar bagi barang-barang ekspor warga negaranya yang memang didorong untuk aktif berproduksi.
"Sekarang, tak perlu seperti Pemerintah Tiongkok. Pemerintah Indonesia tak perlu melakukan apapun untuk membuat harga rupiah rendah dibanding dolar. Cukup lakukan shift kebijakan mendorong sektor produksi," beber Misbakhun yang juga caleg Partai Golkar untuk daerah pemilihan Pasuruan-Probolinggo ini lagi.
"Cukup sudah kebijakan dengan basis perekonomian konsumsi. Dorong rakyat Indonesia menjadi produsen, tak sekedar menjadi konsumen semata," pungkasnya.