Krisis Kedelai Jangan Dianggap Remeh
Krisis kedelai telah menjadi masalah nasional dan berimbas langsung pada masyarakat.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krisis kedelai telah menjadi masalah nasional dan berimbas langsung pada masyarakat. Tidak hanya konsumen tetapi juga nasib sekitar 1,5 juta perajin tahu dan tempe yang memproduksi tempe dan tahu di Indonesia.
Organisasi Massa Persatuan Indonesia (Perindo) menilai demonstrasi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) produsen tahu dan tempe beberapa waktu lalu, adalah cara terakhir kelompok usaha kecil ini mempertahankan kelangsungan ekonomi dan kehidupan mereka.
"Perindo mendesak pemerintah agar menyikapi secara serius tuntutan para pelaku UKM ini dan menjamin nasib jutaan pelaku usaha dan keluarga yang
mereka hidupi," ujar Hendrik Kawilarang Luntungan Wakil Sekjen Bidang Ekonomi dan UKM Perindo, Senin (16/9/2013).
Hendrik menuturkan, hingga saat ini tak pernah ada respon pemerintah atas masalah hilangnya kesempatan kerja para produsen tempe dan tahu, kendati penghentian produksi dan pemberhentian tenaga kerja telah terjadi di berbagai daerah.
Menurut Hendrik, langkah Kementerian Perdagangan melalui penetapan harga khusus kedelai dalam bentuk harga jual pemerintah sebesar Rp 8.490 per kilogram pun masih terlalu tinggi dan tidak terjangkau oleh industri berbasis kedelai yang rata-rata berasal dari industri rumahan.
Penetapan tanpa tindakan dan pengawasan yang serius ini, justru membuka peluang importir mengambil untung dengan menjual stok kedelai sebelum depresiasi rupiah dengan harga baru sesuai ketetapan pemerintah.
"Ironis ketika para importir kedelai justru diduga mengambil keuntungan dari krisis kedelai," ungkap Hendrik.
Bagi Perindo, krisis demi krisis yang dialami belakangan ini, menunjukkan bahwa pemerintahan SBY tidak melakukan langkah-langkah mendasar untuk memperkokoh fundamental ekonomi
Indonesia.
Hendrik mengatakan, krisis ekonomi 1998 nampaknya tidak cukup dijadikan pelajaran bagi semua pihak untuk membenahi sendi-sendi perekonomian bangsa yang tahan terhadap goncangan eksternal.
"Impor bahan baku yang mencapai hampir 80 persen adalah fakta telanjang bahwa selama 10 tahun berkuasa, pemerintahan SBY tidak membangun industri bahan baku di dalam negeri yang bisa mengurangi ketergantungan dari luar negeri," papar Hendrik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.