Dolar Perkasa, Ukuran Tahu dan Tempe Mengecil
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang kini mencapai Rp 12 ribu per dolar AS, memengaruhi produksi tahu dan tempe
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang kini mencapai Rp 12 ribu per dolar AS, memengaruhi produksi tahu dan tempe di Kabupaten Garut.
Hal ini menyebabkan kenaikan harga bahan baku tahu dan tempe, yakni kedelai yang kebanyakan diimpor dari AS.
Perajin tahu di Kampung Maleer, Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Rian (24), mengatakan kini harga kedelai impor mencapai Rp 9.000 per kilogram. Padahal, satu kilogram kacang kedelai normalnya berharga Rp 8.350.
"Akhirnya ukuran tahu dikecilkan. Sebanyak 12 kilogram kedelai dipakai untuk membuat tahu sebanyak lima cetakan, dulunya dipakai untuk membuat sebanyak empat cetakan tahu. Kalau naik terus, kami bisa merugi," katanya saat ditemui di tempat produksinya, Sabtu (7/12/2013).
Seorang perajin tempe di Kampung Seni, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogongkidul, Teti Rubianti (45), mengatakan harga kedelai yang dibelinya untuk pengolahan tempe mencapai Rp 8.600 sampai Rp 9.100 per kilogram. Kenaikan harga ini terjadi sejak akhir Ramadan.
"Karena bahan baku impor yang mahal, ukuran diperkecil. Harganya antara Rp 2.000 sampai Rp 4.000 per kilogram. Kalau harga terus naik, bisa-bisa terancam bangkrut dan tidak memproduksi lagi, setelah 25 tahun membuat tempe," katanya.
Teti mengatakan dirinya pun mengurangi jumlah produksi. Biasanya, bisa mengolah empat hingga lima kuintal dalam satu kali produksi. Kini setelah kenaikan harga, hanya memproduksi dua kuintal tempe.
Hal serupa dikeluhkan pengusaha produksi tempe asal Kampung Astanahilir, Desa Jayawaras, Kecamatan Tarogongkidul, Yoyo. Sebelumnya harga kedelai mencapai Rp 2.800 per kilogram, 10 tahun lalu. Kemudian, harganya melesat sampai kisaran Rp 10 ribu per kilogram. (sam)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.