Penjualan Sektor Properti Stagnan
Masih tingginya suku bunga acuan BI Rate yang masih bertahan di angka 7,5 persen, masih menghantui bisnis sektor properti.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Masih tingginya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang masih bertahan di angka 7,5 persen, masih menghantui bisnis sektor properti.
Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Perwakilan Jambi, Hasan Fauzi, mengatakan imbas BI Rate yang masih bertahan membuat penjualan properti di Jambi cenderung stagnan.
"Sampai sekarang, anggota DPD REI Jambi juga sering menyebutkan penjualan properti dari developer yang dipegang masih stagnan dan tak mengalami peningkatan," katanya Jumat pekan lalu kepada Tribun.
Penurunan yang disebutkan Hasan, bisa mencapai 20 sampai 30 persen. "Untuk membangun dan menjual rumah tipe subsidi, pihak pengembang masih dibingungkan akan harga yang diberikan kepada konsumen, karena info akan penetapan harga rumah subsidi dari Rp 88 juta sampai Rp 105 juta masih belum jelas," terangnya.
Wakil Ketua DPD REI Perwakilan Jambi, Priyo beberapa waktu lalu menjelaskan, harga awal rumah subsidi Rp 88 juta akan naik menjadi Rp 105 juta. Itu juga akan menghambat daya beli konsumen. Dengan kondisi tersebut, ia melihat target REI yang akan membangun 6 ribu unit rumah subsidi tahun ini akan sulit terealisasi.
"Bila tak dibarengi dengan daya beli konsumen yang tinggi, otomatis penjualan pun juga stagnan," jelasnya.
Terakhir ia juga mengatakan, bila dilihat dari sisi profit, banyak pengembang mengubah fokus segmentasi konsumen, dari yang awal condong menawarkan rumah bersubsidi kini memilih menawarkan jenis rumah komersil.
"Walau porsi FLPP dinaikkan menjadi dua kali lipat, tetapi profit pun masih dipegang penjualan rumah komersil dari hitungannya," katanya.
Sementara terkait dengan BI rate yang masih bertahan di angka 7,5 persen, keputusan tersebut diambil, karena melihat beberapa aspek yang mengharuskan BI rate harus dipertahankan.
Manager Humas BI Perwakilan Jambi, Ihsan W Prabawa, melalui rilisnya menyampaikan, kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1 persen pada 2014 dan 4,0±1 persen pada 2015, serta mengendalikan defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat.
Perkembangan sejauh ini menunjukkan inflasi yang terkendali dan defisit transaksi berjalan yang menurun.
Ke depan, Bank Indonesia tetap mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendorong perekonomian bergerak ke arah yang lebih seimbang sehingga dapat mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. (tyo)