Gappmi: MS Hidayat Bisa Perkuat Ekonomi Nasional
MS Hidayat dinilai sebagai sosok pemimpin yang dibutuhkan di tengah ketidakpastian industri makanan dan minuman dalam negeri.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perindustrian, MS Hidayat, dinilai sebagai sosok pemimpin yang dibutuhkan di tengah ketidakpastian industri makanan dan minuman dalam negeri.
Hal tersebut dikatakan Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi).
Adhi menuturkan, MS Hidayat adalah contoh lengkap seorang pemimpin, karena mengawali karier sebagai wirausahawan dan akhirnya menduduki posisi sebagai regulator.
Dengan pengalaman beliau di birokrasi selama 5 tahun terakhir, ditambah kemampuan dalam melakukan koordinasi dan mencari solusi dari perbedaan pendapat, Hidayat diharapkan bisa membantu Indonesia dalam memperkuat ekonomi nasional menghadapi pasar global.
"Apalagi program hilirisasi beliau yang patut dicontoh dan dilanjutkan. Beliau komplit untuk melihat semua permasalahan dari berbagai sudut pandang,” kata Adhi dalam keterangan tertulis, Kamis (16/5/2014).
Bukan tanpa alasan Adhi menuturkan demikian. Sebab industri makanan dan minuman diperkirakan masih akan menghadapi sejumlah tantangan pada 2014.
Meskipun dihadapkan pada peluang meningkatnya konsumsi masyarakat karena penyelenggaraan Pemilu 2014, berbagai kebijakan dan kondisi perekonomian nasional masih akan berpotensi menekan pertumbuhan sektor ini.
Mulai dari nilai tukar rupiah yang semakin terus melemah berdampak pada meningkatnya harga pokok produksi.
Tercatat hingga akhir 2013, nilai kurs dolar AS mencapai Rp 12.000 menurun tajam dibandingkan awal 2013 yaitu 9.500 dolar AS. Nilai tukar ini terutama terasa untuk pembelian bahan baku industri makanan dan minuman yang masih banyak diimpor, seperti gandum, gula , susu, kedelai, dll.
Selain itu, kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang rata-rata mencapai 9 hingga 30 persen pada 2014 memaksa pelaku usaha melakukan penyesuaian pada komponen biaya produksi. Tahun ini ancaman kenaikan harga Tarif Dasar Listrik juga sudah di depan mata, industri makanan minuman (yang go public) yang berada dalam golong I 3 akan naik sekitar 38 persen. Belum lagi, kenaikan BI Rate hingga 7,5 persen pada akhir 2013 menyebabkan naiknya suku bunga pinjaman.
Menurut Adhi, kondisi ini tidak hanya memukul pengusaha besar, melainkan juga berdampak pada pengusaha UMKM makanan dan minuman yang kebanyakan masih informal. Selain harus mampu bersaing dengan produk-produk lokal, UMKM dihadapkan pada membanjirnya produk impor ke pasar Indonesia.
Adhi memaparkan, data ekspor impor Kementerian Perdagangan untuk kategori processed and semi processed food , hingga Desember 2013 tren ekspor naik 11,26 persen sementara impor naik 8.68 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2012. “Namun demikian, balance trade masih negative sebesar 1,62 milliar dolar AS,” ujar Adhi.
“Ingat, musuh kita ke depan adalah pasar global, bukan persaingan sesama pemangku kepentingan di dalam negeri,” ujar Adhi.