Nelayan Hilang Omzet Rp 1 Miliar per Hari
Para nelayan masih merasakan dampak pembatasan solar sebesar 20 persen yang dikeluarkan pemerintah
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Meski pemerintah telah menormalkan pasokan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan premium di Indonesia, namun kebijakan itu belum memberikan angin segar ke para nelayan.
Sebab para nelayan masih merasakan dampak pembatasan solar sebesar 20 persen yang dikeluarkan pemerintah. Akibat pembatasan ini, ratusan kapal tertahan di pelabuhan yang ada di Jakarta Utara. Para nelayan juga terpaksa mesti kehilangan omzet hingga Rp 1 miliar per hari, karena kapalnya tidak bisa melaut.
Seperti di Pelabuhan Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Di sana ada 1.478 kapal yang biasa beroperasi, namun semenjak ada pembatasan ini 500 kapal tidak bisa melaut. James Then selaku Ketua Himpunan Nelayan Pursein Nasional,
mengatakan saat ini pasokan solar di empat Stasiun Pengisian Diesel Nelayan (SPDN) yang ada di wilayah Pelabuhan Muara Baru sudah habis. "Solar untuk bulan ini saja sudah habis sejak Rabu (3/9) lalu. Yah, terpaksa 500 kapal tidak bisa melaut. Padahal satu nelayan bisa mendapatkan uang dari hasil melaut Rp 100.000 per hari," kata James.
Menurut James, kebutuhan solar di Pelabuhan Muara Baru mencapai 7.000 kiloliter (KL) per bulan. Namun semenjak ada pemotongan 20 persen pasokan solar menjadi 5.600 KL. Oleh karenanya, dia pun berharap pemerintah segera menormalkan pasokan solar, karena kegiatan nelayan sangat bergantung dengan bahan bakar.
Sementara itu, Ono Suroto selaku Koordinator Front Nelayan Bersatu mengatakan akibat pembatasan solar, nelayan di wilayah Jakarta tidak bisa melaut, baik nelayan besar maupun kecil. Ono juga mempertanyakan, kebijakan pemerintah yang hanya menormalkan pasokan solar ke wilayah darat saja, tapi di laut (nelayan) tidak.
"Pembatasan BBM untuk SPBU sudah dicabut. Mengapa untuk nelayan belum," kata Ono.
Salah seorang operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB) 370101 bernama Chamid (50), mengaku semenjak pengurangan solar, banyak kapal nelayan tidak mendapat jatah minyak. Karena dari awalnya mendapat pasokan 1.000 KL, kini hanya mendapat 800 KL per bulan.
"Yah karena ada pembatasan itu, banyak yang tidak bisa kita layani. Paling hanya 400 kapal saja yang bisa kita layani," kata Chamid.
Chamid juga menjelaskan sebelum ada pembatasan BBM, solar di tempatnya bakal habis selama 26 hari. Namun dengan adanya pembatasan BBM, solar di tempatnya bisa habis selama 3 minggu (21 hari)," kata Chamid.
Ketika dikonfirmasi Liliek Litasari, Kepala Bidang Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta, membenarkan kondisi tersebut. Menurut Liliek, selain di Muara Baru, di Pelabuhan Muara Angke hanya ada 10 kapal yang dilayani, padahal jumlah kapal yang antre di sana mencapai 250 kapal.
"Para nelayan sudah menyampaikan persoalan ini melalui surat kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta. Kita juga sedang mengupayakan apa yang terbaik bagi nelayan," kata Liliek. (Fitriandi Al Fajri)