Agustus, Reksadana ETF Kurang Greget
Transaksi ETF di pasar sekunder masih sepi sepanjang Agustus kemarin. Di sisi lain, kinerja reksadana ini juga tengah menurun.
Editor: Ade Mayasanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minat investor pada reksadana exchange-traded fund (ETF) belum cukup besar. Hal ini terlihat dari transaksi ETF di pasar sekunder masih sepi sepanjang Agustus kemarin. Di sisi lain, kinerja reksadana ini juga tengah menurun.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, transaksi ETF di pasar sekunder sepanjang Agustus kemarin turun cukup signifikan. Dari segi volume, transaksi ETF turun 27,09 persen dari bulan sebelumnya menjadi 657.600. Dari segi nilai juga turun 19,29 persen menjadi Rp 444,82 juta. Sedangkan jumlah frekuensi turun 30,29 persen menjadi 2.290 kali.
Transaksi tersebut berasal dari lima ETF besutan PT Indo Premier Investment Management (IPIM). PT Infovesta Utama mencatat, imbal hasil bulanan lima produk tersebut per 12 September 2014 negatif (lihat tabel).
Lima produk tadi terbagi atas ETF aktif dan ETF pasif. Yang dimaksud dengan ETF aktif ialah pilihan aset dasarnya dikelola oleh manajer investasi (MI). Kinerjanya bergantung pada racikan portofolio dari pengelola. Premier ETF Indonesia Consumer merupakan ETF aktif.
Sedangkan pada ETF pasif, pilihan aset dasar hanya bergantung pada suatu indeks tertentu. Jadi kinerja ETF pasif merupakan cerminan dari kinerja indeks yang bersangkutan. Empat produk ETF IPIM merupakan ETF pasif, yakni Premier ETF LQ-45, Premier ETF IDX30, Premier ETF SMINFRA18 dan Premier ETF Syariah JII.
Analis PT Infovesta Utama, Edbert Suryajaya mengatakan mayoritas produk jenis ETF pasif, sehingga kinerja ETF di pasar sekunder sangat bergantung pada kondisi pasar. "Reksadana konvensional juga bergantung kondisi market. Namun ETF bisa diperdagangkan setiap jam bursa sehingga pengaruh market lebih besar," ujar Edbert.
Ia menilai wajar jika performa ETF kurang bersinar. Alasannya, bulan Agustus adalah bulan puncak dari ketidakpastian politik akibat sengketa pemilihan umum presiden. "Kinerja IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) juga hanya tumbuh tidak sampai 1 persen," papar Edbert. Sepanjang Agustus, IHSG memang hanya tumbuh 0,96 persen.
Potensi ETF
Kendati tengah menurun, Edbert melihat prospek ETF masih bagus terutama setelah pemerintahan baru berjalan. Sedangkan sepanjang September ini, transaksi ETF maupun kinerjanya belum banyak beranjak.
Jika kabinet baru diumumkan, barulah kinerja ETF bisa terkerek mengikuti indeks acuannya. "Banyak investor yang suka dengan kinerja indeks tertentu. Daripada mereka beli sahamnya langsung, ada yang berpikir beli ETF saja untuk mengurangi risiko," ujar Edbert.
Direktur IPIM, Diah Sofiyanti menilai minat investor untuk trading ETF sangat dipengaruhi kondisi pasar. Namun investor tak perlu khawatir mengingat harga ETF bisa bergerak meski tidak terjadi transaksi di pasar sekunder. "Harga akan tetap bergerak mengikuti harga yang terkuotasi di pasar primer," ujar Diah.
Diah bilang total dana kelolaan ETF IPIM sebanyak Rp 1 triliun. Nilai itu belum termasuk investor yang aktif jual beli di pasar sekunder. Per 22 Agustus 2014, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total dana kelolaan reksadana ETF mencapai Rp 2,71 triliun. Porsi ETF masih kecil, hanya sebesar 1,26% dari total dana kelolaan reksadana. (Noor Mohammad Falih)